Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Itu Beragam Memanfaatkan Minuman Beralkohol

12 November 2020   22:23 Diperbarui: 12 November 2020   22:52 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tuak. (Dok. Pribadi)

Jam sembilan malam, hari Jumat di kota Jakarta. Pekerjaan pada hari itu telah tuntas diselesaikan, kepenatan sudah terasa ke seluruh badan. 

Dari halte Stasiun Gambir, satu-dua orang menunggu kedatangan busway tujuan menuju Pasar Senen. Perjalanan tersendat oleh sesak kendaraan, berhimpit satu mobil dari yang lain. Di luar kemacetan adalah tampilan biasa di jalanan kita Jakarta. 

Setengah jam terlewati ketika bus tiba di halte Pasar Senen. Saya melanjutkan perjalanan dari sana, sekitar 200 meter ke utara, menuju terminal Pasar Senen.

Di situlah tempat saya meneguk tuak yang dijual dari salah satu lapo milik seorang Batak. Layaknya di kampung halaman, beberapa pengunjung mendendangkan lagu sepanjang waktu diiringi rambasan gitar.

Kesan menyeramkan Pasar Senen tidak tampak di malam itu. Bus terparkir di area lapangan, para sopir, pedagang dan orang-orang menyebar ke segala penjuru.

Gelap malam digantik sinar lampu terminal yang dipasang pada tiang tinggi. Tiap Jumat, saya beberapa kali menikmati tuak, minuman alkohol berwarna putih hasil fermentasi dari buah rira atau buah lain khas Batak. 

Terkadang saya meneguknya di lapo Pasar Senen, terkadang membeli minuman beralkohol lainnya di tempat lain, lalu dinikmati sendiri di dalam kamar. Penat tergantikan, alasan lainnya supaya hilang juga beban kerja yang bekasnya menggentayangi di batok kepala. Esok, saya akan menikmati waktu libur.

Tuak minuman memabukkan. Saya menyadari itu dan selalu berlatih untuk bisa mengontrol diri sebelum meneguk habis seliter tuak selama berjam-jam.

Ada alasan lain, tuak dikonsumsi untuk membantu masalah tidur. Saya pribadi merupakan orang yang sangat kesulitan tidur di malam hari. Efek alkohol itu setidaknya membantu cepat terlelap.

Meski bagus untuk membantu tidur, konsumsi itu dibatasi, tidak setiap hari. Satu waktu, saya pernah mendapati diri masih sempoyongan setelah terbangun. Ini contoh buruk sebelum saya berangkat kerja.

Begitulah efek minuman beralkohol, ada baik dan ada buruk. Tanggung jawab pribadi sangat dituntut. Saya hampir tidak melibatkan orang lain. Dan seumur hidup, saya tidak pernah mengganggu atau mengancam keamanan orang lain.

Jika kebetulan saya dan teman menikmatinya bersama, kami membuat kesepakatan. Inilah bentuk tanggung jawab. Orang bijaksana akan membatasi dirinya jangan sampai masing-masing di antara kami menyusahkan orang di luar. 

Belakangan ini, RUU Larangan Minuman Beralkohol menyeruak ketika dimasukkan dalam pembahasan Baleg. Muncul pertanyaan dan keraguan, terutama pada judulnya: larangan. 

Pembatasan minuman beralkohol sebelumnya lebih diatur pada tata niaga, sebagai contoh Permendag 25/2019 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap minuman beralkohol.

Jika demikian, tuak yang mengandung alkohol sebesar 5-20 persen pun termasuk produk yang bakal diatur di dalamnya merujuk pada Pasal 4 ayat 2 huruf a RUU tersebut.

Kontroversi kemudian terlihat dari pasal 5, pasal 6 dan pasal 7. Secara garis besar, isi pasal tersebut melarang setiap orang:

1. memproduksi minuman beralkohol

2. memasukkan minuman beralkohol

3. menyimpan minuman beralkohol

4. mengedarkan minuman beralkohol

5. menjual minuman beralkohol

6. mengonsumsi minuman beralkohol

Memang, larangan itu diperkecualikan untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi dan tempat yang diizinkan dalam aturan Peraturan Pemerintah.

Namun, hampir tidak ada celah bagi individu untuk bisa memiliki minuman beralkohol. Jangankan mengonsumsi, menyimpannya saja sudah dilarang.

Saya sepakat bila RUU ini dihadirkan untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman sekaligus melindungi masyarkat dari dampak negatif minuman beralkohol. 

Polemik dalam draft RUU harus disikapi serius karena ia memberlakukan larangan di seluruh Indonesia yang mempunyai keragaman adat, tradisi, dan tata cara dalam memanfaatkan minuman beralkohol ini dalam pergaulan sehari-hari. 

Bagaimana menjelaskan ini kepada masyarakat yang terbiasa mengonsumsi minuman beralkohol? 

Opung atau nenek saya tiap berkunjung ke rumah selalu membawa tuak dari Pematang Siantar yang dimasukkan dalam botol bekas air mineral. Tentu saya tidak berpikir bahwa Opung saya mengajarkan hal buruk kepada cucu-cucunya.

RUU ini pun bisa menimbulkan kesewenang-wenangan dalam memperkarakan seseorang. Bila saja ada seseorang ketahuan menyimpan minuman beralkohol, siap-siap "disekolahkan".

Lalu, pertanyaan selanjutnya, bagaimana upaya pemberdayaan para pedagang penjual minuman beralkohol yang berpotensi kehilangan mata pencarian jika RUU ini disahkan?

Tetapi memang, melihat kelakuan orang-orang yang cenderung agresif akibat minuman beralkohol, inisiatif ini perlu diapresiasi.

Setidaknya mencuatnya pembahasan RUU ini menunjukkan kesadaran masyarakat pada bahaya minuman beralkohol.

Hanya saja, pendekatannya sebaiknya tidak dalam bentuk larangan. Mungkin lebih giat memaksimalkan sosialisai mengonsumsi minuman beralkohol ini secara bertanggungjawab. Ini sudah lebih dari cukup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun