Inilah bahasa. Kebebalan hanya termaktum dalam bahasa, dalam tanda-tanda yang muncul di pikiran. Sederhananya, kita sudah bersiap siaga untuk mendefinisikan realita, bukannya menerima realita itu terlebih dahulu. Ide mendahului realita atau dengan kata lain kecurigaan mendahului kebenaran.
Jika mampu berpikir terbuka dan menerima banyak kemungkinan, mustahil seseorang akan menuduh yang lain dungu, seperti yang dicuitkan Dahnil Anzar di atas. Artinya, kita juga dituntut, baik kesadaran sendiri atau desakan dari luar, untuk menerima kebenaran berbeda dari orang lain sekaligus menimbangnya dalam nalar, tidak sekadar dianggap angin lalu.
Cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada, demikian Descartes berujar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H