Hilirisasi perikanan merupakan amanat dari UU no 7 tahun 2016 pasal 18. Dimana menyebutkan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, menyediakan prasarana usaha perikanan. Lewat ketersediaan prasarana pengolahan dan pemasaran.
Dalam konteks ketersediaan prasarana pengolahan dan pemasaran, pemerintah perlu menggandeng pelaku usaha (investor) sebagai stakeholder hilirisasi. Dimana memberikan dukungan fasilitas serta kemudahan perijinan untuk actionnya.
Sementara di sektor hulu, pemerintah harus optimal memberdayakan nelayan lewat dukungan sarana dan fasilitas yang memadai. Agar produksi bisa meningkat untuk disuplai sebagai bahan baku hilirisasi perikanan.
Merujuk pada potret struktur ekonomi perikanan Sulteng yang didominasi oleh nelayan kecil dan tradisional, maka semangat hilirisasi mustahil terwujud tanpa penguatan ekosistem di sektor hulu.
Peringatan hari nelayan internasional sejatinya relevan dengan akselerasi hilirisasi perikanan di Sulteng. Dalam upaya menjadikan potensi perikanan yang dihasilkan oleh nelayan mempunyai nilai tambah ekonomis
Apalagi Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menyusun peta jalan hilirisasi bahan mentah hingga 2040 yang mencakup 21 komoditas. Empat jenis di antaranya dari sektor perikanan yang meliputi udang, ikan, rajungan dan rumput laut.
Ini kesempatan bagi daerah Sulteng untuk ambil bagian dalam peta jalan hiliirisasi komoditi dengan mengoptimalkan sumber daya alam maritim serta meningkatkan pendapatan nelayan di daerah.