Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Perjuangan Para Remaja Tangguh dari Dataran Rampi

25 Juni 2024   19:42 Diperbarui: 1 Juli 2024   08:04 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekelompok remaja dari GKST Klasis Rampi saat berjalan kaki dari Rampi Sulsel menuju Bada Sulawesi Tengah. (Dokumentasi IG Tana Poso) 

Sekelompok remaja dari dataran tinggi Rampi Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan (sulsel), menyita perhatian di media sosial. Karena perjuangan mereka berjalan kaki dari Rampi menuju lembah Bada Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (sulteng).

Sebagai gambaran dataran tinggi Rampi merupakan daerah terpencil di Luwu Utara yang berbatasan dengan daerah Bada di Lore Selatan. Kedua daerah ini berada di wilayah pegunungan dengan jarak 36 kilometer. Jika ditempuh dengan jalan kaki bisa mencapai 8-9 jam atau seharian penuh.

Pasalnya, kondisi medan antara kedua wilayah tersebut terbilang cukup berat. Harus melewati tanjakan pegunungan, menapaki tebing curam, memasuki kawasan hutan, menuruni lembah, hingga menyeberangi sungai berarus deras.

Akses untuk kendaraan roda empat antara kedua wilayah hingga kini belum terbuka. Sementara untuk kendaraan roda dua pun cukup sulit, karena berupa jalan setapak. Alternatif berjalan kaki menjadi pilihan bagi masyarakat, ketika harus bepergian dari Rampi menuju ke Bada. Begitupun sebaliknya.

Itu pun yang dilakukan oleh sekelompok remaja yang tergabung dalam remaja Klasis Rampi Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). Dimana harus berjuang melewati medan berat untuk menghadiri Pertemuan Raya Remaja (PRR) GKST di Desa Taripa, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso.

Peserta remaja dari 25 Klasis lain dalam lingkup pelayanan GKST, bisa menuju ke lokasi kegiatan di Taripa dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua.

Sementara remaja Klasis Rampi harus berjalan kaki berjam-jam menuju lembah Bada. Selanjutnya melanjutkan perjalanan dari Bada menuju desa Taripa dengan kendaraan truk sejauh kurang lebih 100 kilometer.

Sebenarnya ada alternatif lain menuju ke Taripa yakni berputar dari Rampi ke Masamba di Luwu Utara, menggunakan ojek. Namun seperti diketahui, jarak tempuh dari Rampi menuju Masamba cukup jauh yakni sekitar 86 kilometer.

Selanjutnya melanjutkan perjalanan menuju Taripa yang jaraknya sekitar 78 kilometer, melewat perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Termasuk melewati kawasan Danau Poso di wilayah Pamona Selatan Sulawesi Tengah.

Namun akses jalan dari Rampi menuju Masamba sangat tidak memadai untuk dilewati kendaraan bermotor maupun berjalan kaki. Transportasi roda dua harus berjibaku melewati medan jalan cukup parah di wilayah tersebut.

Para tokoh masyarakat Rampi sebenarnya sudah berulang kali menyuarakan perbaikan infrastruktur jalan ke Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan.

Bahkan sempat viral di tahun 2022 lalu, saat menyampaikan aspirasi akan pindah administrasi dari provinsi Sulawesi Selatan dan ke Sulawesi Tengah, jika akses jalan dari Rampi ke Masamba tidak segera mendapat perbaikan.

Berjuang melewati sungai yang berarus deras. Dok IG Tana Poso
Berjuang melewati sungai yang berarus deras. Dok IG Tana Poso

Atau bisa juga menempuh perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang perintis dari Rampi ke Masamba dengan harga tiket sekitar Rp 309 ribu per orang. Kemudian melanjutkan perjalanan dari Masamba ke Taripa dengan transportasi darat.

Namun apalah para kelompok remaja, tersebut. Dari mana mendapatkan biaya untuk membeli tiket pesawat. Untuk sewa kendaraan ojek perorang saja, sudah cukup memberatkan.

Hanya modal tekad kuat yang dimiliki, untuk bisa hadir di Taripa. Meski harus berjalan kaki seharian, demi bisa mengikuti kegiatan pekan raya dan berjumpa dengan sesama rekan remaja dari Klasis lain di lingkup GKST.

Disparitas Trans Tengah Sulawesi

Apa yang dilakukan sekelompok remaja Rampi yang menempuh perjalanan kaki tersebut, membuka mata kita. Bahwa disparitas (ketimpangan) infrastruktur jalan di trans tengah Sulawesi, adalah sebuah realitas.

Trans tengah adalah bentang yang menghubungkan wilayah tengah Sulawesi. Meliputi wilayah Lore Poso dan Pipikoro Sigi provinsi Sulawesi Tengah dengan wilayah Rampi dan Seko di provinsi Sulawesi Selatan. Dimana hingga kini akses jalan untuk kendaraan roda empat belum terhubung sama sekali.

Kondisi ini sangat paradoks dengan jalur jalan trans lain di Sulawesi yang sudah dalan kondisi mantap atau beraspal mulus. Baik jalur trans barat, timur, utara, selatan maupun tenggara Sulawesi. Dimana sudah saling terkoneksi satu dengan lainnya.

Padahal potensi di daerah trans tengah Sulawesi ini cukup besar. Meliputi potensi pertanian, perkebunan, peternakan dan juga potensi pariwisata. Namun dengan belum memadainya aksesibilitas dan konektivitas infrastruktur jalan, berdampak pada mobilitas terhadap potensi yang dimiliki.

Tentu kondisi disparitas infrastruktur jalan ini, tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Selain menyusahkan masyarakat, juga berdampak pada pelayanan publik dari berbagai sektor. Pertumbuhan ekonomi akan sulit tercapai dengan kondisi infrastruktur seperti ini.

Antara pemerintah provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan perlu mencari solusi, jika berniat menangani infrastruktur di kedua wilayah. Tentu saja dengan melibatkan pemerintah pusat sebagai pengelola APBN.

Sejatinya pemerintah sudah mengeluarkan regulasi berupa Instruksi Presiden (Inpres) nomor 3 tahun 2023 tentang percepatan peningkatan konektivitas jalan daerah. Dimana bisa menjadi solusi untuk percepatan konektivitas infrastruktur jalan di trans tengah Sulawesi.

Untuk tahun 2024 ini telah teralokasi sebesar Rp 15 triliun dari APBN untuk pembiayaan Inpres jalan daerah tersebut. Namun terpulang ke political will dari pemerintah daerah setempat bersama BPJN Kementerian PUPR, menjadikan penanganan jalur tersebut sebagai prioritas.

Selayak jalur trans tengah ini bisa masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) oleh pemerintah pusat untuk percepatan konektivitas, sehingga aksesibilitas dari wilayah Luwu Utara Sulawesi Selatan ke Kabupaten Poso dan Sigi bisa terwujud.

Introspeksi Bagi Penentu Kebijakan

Salut bagi remaja Rampi yang tidak menjadikan disparitas infrastruktur sebagai halangan untuk beraktivitas. Bahwa disparitas bisa saja mengisolir mobilitas, namun tidak bisa mengisolir pikiran dan eksistensi insan yang ingin maju dan berkembang.

Namun demikian apa yang ditunjukkan para remaja dari Rampi, bisa menjadi introspeksi bagi para penentu kebijakan di negeri ini. Bahwa menjadi sebuah ironi, membiarkan para generasi muda tersebut menghadapi disparitas infrastruktur yang tidak mereka inginkan.

Walau pada akhirnya dengan mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah. Menghadapi kenyataan di depan mata, mau tak mau harus dilakukan. Walau butuh effort kuat bagi mereka melakukan aktivitas dengan disparitas yang ada.

Tidak ada pilihan lain, kondisi medan yang berat harus dihadapi. Situasi ini pula dihadapi masyarakat yang terisolir akibat infrastruktur jalan yang tidak memadai di beberapa wilayah di Sulawesi Tengah. Salah satunya wilayah Pipikoro Kabupaten Sigi.

Apa yang dijalani para remaja Rampi ini, akan menempa diri mereka untuk menjadi insan yang tangguh dan teruji. Pantang menyerah dengan kondisi yang ada. Serta bercita-cita tinggi menjadi orang yang bermanfaat di masa depan.

Kelak di antara mereka ada yang menjadi teknokrat, untuk membangun infrastruktur jalan di daerahnya. Ada yang menjadi birokrat, untuk menentukan kebijakan dan anggaran untuk infrastruktur jalan.

Ada yang menjadi influencer agar bisa terus menerus menyuarakan kepentingan daerah ke ruang publik. Serta ada yang menjadi investor, agar bisa berinvestasi membangun sarana dan infrastruktur yang dibutuhkan.

Momen pilkada serentak yang akan dihelat tahun 2024 ini, sudah selayaknya dapat menghadirkan pemimpin daerah yang punya kepedulian dalam meretas disparitas infrastruktur jalan di daerahnya.

Pemimpin yang mudah tersentuh melihat masyarakatnya harus bersusah payah melakukan aktivitas, karena kendala sarana dan infrastruktur. Serta pemimpin yang punya visi cemerlang, mencari solusi terhadap kendala yang dihadapi masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun