Kota Makassar sebagai ibukota provinsi Sulawesi Selatan, menjadi salah satu kota dengan konsep Waterfront City terindah di Indonesia.
Seperti diketahui Waterfront City adalah konsep pengembangan daerah tepian air. Baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Pengertian waterfront sendiri adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, dan daerah pelabuhan.
Sebagai kota di tepian perairan laut Selat Makassar, dimasukkannya Makassar sebagai Waterfront City terindah, bukan tanpa alasan. Selain menjadi kota modern yang terus berkembang, juga menghadirkan sisi eksotisme dari berbagai spot yang ada.
Sebagai kota modern di tepian pantai, Makasar sengaja dibangun menjadi pusat bisnis, perkantoran, kuliner, sosial, budaya sekaligus pariwisata. Hal ini dapat dijumpai langsung di kawasan Pantai Losari, Tanjung Bunga dan juga yang lagi trend yakni Center Point of Indonesia (CPI). Â
Menariknya pengembangan Makasar sebagai Waterfront City dibuat semenarik mungkin, sehingga dimensi eksotisnya menonjol. Makanya wajar jika banyak warga maupun wisatawan yang datang menikmati keindahan panoramanya, terutama di sore hari.
Perpaduan bangunan gedung, perairan pantai, ikon kota serta sarana publik membuat eksotisme Waterfront City Makasar sangat terasa. Banyak spot menarik untuk membuat dokumentasi saat berkunjung.
Saya menyempatkan mengeksplor eksotisme Waterfront City Makassar dengan menyusuri kawasan Tanjung Bunga, CPI dan juga Pantai Losari. Kawasan ini selalu ramai dengan pengunjung, karena tersedia ruang publik yang representatif untuk beraktivitas.
Di Pantai Losari saya menyempatkan menikmati kuliner khas kota Daeng tersebut. Yakni pisang epe dan minuman sara'ba yang berbahan jahe. Seporsi pisang epe harganya Rp 12 ribu. Soal cita rasa sudah tentu nikmat. Sementara segelas sara'ba tanpa campuran telur dan susu harga Rp 12 ribu.
Sembari menikmati kuliner khas yang tersedia, sekaligus menikmati panorama senja yang menawan. Yakni keindahan matahari tenggelam (sunset) dari arah Pantai Losari yang berwarna kekuningan. Â
Salah satu momen terindah yang sempat saya dokumentasikan adalah saat kapal (pinisi) wisata yang di sewa pengunjung melintas di perairan dengan latar Mesjid 99 Kubah yang menjadi ikon di CPI.
Kapal terus bergerak menuju ke arah matahari tenggelam. Tentu ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh wisatawan yang berada di atas kapal. Saya sendiri yang berada di tempat kuliner turut kagum atas keindahan senja, bagaimana yang berada di kapal.
Harus diakui berkunjung ke kawasan Pantai Losari serta CPI sebagai jantung Waterfront City tidak membuat pengunjung bosan. Bahkan bisa menjadi inspirasi bagi pengunjung luar daerah, bagaimana mengembangkan Waterfront City di daerahnya.
Keberadaan kapal tradisional pinisi misalnya sengaja diadakan untuk menarik minat wisatawan untuk menikmati eksotisme kota Makasar dari perairan laut. Kapal tersebut ditambatkan di dermaga khusus yang dibuat  di Pantai Losari.
Ini kejelian dari pemerintah daerah dalam perencanaan Makassar sebagai Waterfront City. Yakni memiliki keunggulan lokasi yang dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya. Serta tidak mengabaikan keberadaan masyarakat yang secara tradisi terbiasa hidup di air.
Â
Sejatinya pengembangan (development) kawasan Pantai Losari, Tanjung Bunga dan CPI tidak lepas dengan cara mereklamasi pantai. Tujuannya adalah usaha menciptakan Waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan.
Jenis pengembangan dengan cara reklamasi merupakan salah satu dari tiga jenis tipe proyek Waterfront City. Jenis lainnya adalah Konservasi. Yakni  penataan Waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini, dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat.
Serta pembangunan kembali (redevelopment). Yakni upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi Waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada.
Sebenarnya pendekatan konservasi dan redevelopment juga sudah dilakukan oleh Pemda setempat terhadap fasilitas yang ada (lama). Namun harus diakui pendekatan pengembangan dengan cara reklamasi menjadi pilihan strategis dalam pembangunan Waterfront City Makassar.
Terbukti kawasan CPI yang direklamasi saat ini tumbuh menjadi kawasan modern yang memadukan sejumlah aspek di dalamnya. Baik aspek bisnis, wisata, kesehatan, pendidikan, perumahan dan lainnya. Soal CPI sudah saya tulis dalam artikel sebelumnya berjudul, Geliat Kemajuan Makassar sebagai Pusat Bisnis di KTI. Â
Soal perencanaan Waterfront City sejatinya terpulang pada kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten maupun kota, sebagaimana tertuang dalam  UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Di mana menyatakan, negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan tugas, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan pemerintah daerah.
Adapun pemerintah kabupaten/Kota berwenang melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota.
Tentu Pemda setempat lebih paham bagaimana menjadikan Makassar sebagai Waterfront City dengan konsep yang relevan dengan keunggulan yang dimiliki. Sembari tidak mengabaikan keberadaan tata ruang yang diatur dalam UU.
Dan terbukti Makassar telah menjadi Waterfront City dengan konsep pusat pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya. Serta pusat wisata yang mendatangkan banyak pengunjung menikmati spot-spot yang eksotis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H