Selain sektor pariwisata yang menjadi primadona, daerah Toraja juga memiliki sektor pertanian yang cukup potensial. Terbukti hingga saat ini Toraja masih menjadi daerah penghasil pangan untuk komoditi beras di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebagai daerah dengan landscape alam berupa pegunungan, tidak menjadi hambatan bagi masyarakat Toraja untuk bertani. Secara turun temurun mereka mengelola lahan di lereng pegunungan, menjadi areal persawahan.
Kondisi tanah yang subur serta suhu yang sejuk, menjadi faktor yang mendukung lahan persawahan dapat menghasilkan tanaman padi yang melimpah. Ditambah lagi keuletan masyarakat dalam mengelola lahan sawah, memberikan hasil yang produktif.
Memang jika melihat kondisi medannya, sulit rasanya bisa membuka lahan pertanian di lereng pegunungan. Namun faktanya itu bisa dilakukan di Toraja.
Itulah sebabnya jika berkunjung ke desa atau lembang di Toraja, kita akan menjumpai areal persawahan dengan metode terasering (bertingkat-tingkat) yang terlihat sangat eksotis.
Tentu saja menjadi panorama unik dan mempesona, melihat langsung keberadaan persawahan terasering tersebut. Apalagi jika melintasi ruas jalan di perkampungan, akan menjumpai areal persawahan berada di bawah dan atas ruas jalan.
Metode persawahan terasering sendiri adalah metode konservasi dengan membuat teras-teras yang dilakukan memperkecil kemiringan lereng, serta meminimalisasi kemungkinan terjadinya erosi.
Pada teras itulah diolah menjadi lahan sawah untuk ditanami padi. Kelebihannya, sistem pengairan antar persawahan menjadi lebih mudah karena metode terasering tersebut.
Berada di areal persawahan tersebut, muncul rasa kagum melihat lereng pegunungan bisa digarap menjadi lahan persawahan yang produktif. Disatu sisi  bisa menjadi sumber pangan untuk kebutuhan hidup masyarakat setempat.
Ada ekspektasi berbeda saat menyusuri pematang sawah dengan metode terasering, dibanding sawah metode datar yang lasim kita jumpai di pedesaan.
Hal itu yang saya rasakan saat menyusuri dan melihat dari dekat persawahan terasering di dusun Kendenan, Desa Madong Kabupaten Toraja Utara. Selain kagum, pikiran serasa tenang melihat hamparan sawah bak lukisan di atas kanvas.
Yang membuat metode persawahan di Toraja makin unik adalah, keberadaan kolam di tengah sawah yang berbentuk lingkaran atau persegi. Dimana masyarakat Toraja menyebut kolam tersebut Kuang.
Kedalaman kolam di tengah sawah dibuat secukupnya. Selanjutnya pada kuang tersebut, dimasukkan ikan air tawar diantaranya ikan mas, nila dan gabus yang nantinya bisa diambil dan konsumsi pada waktunya.
Uniknya keberadaan ikan di kolam tersebut aman, karena hanya pemilik sawah yang bisa mengambilnya. Artinya dengan membuat kuang di sawah sudah sekaligus memelihara ikan.
Kuang merupakan wujud kearifan lokal masyarakat Toraja, dalam mengintegrasikan areal sawah untuk tanaman padi dan budidaya ikan. Sekaligus upaya ketersediaan dua jenis pangan dalam satu petak sawah.
Di beberapa daerah di Indonesia, metode persawahan dengan kolam di tengahnya tidak lasim dibuat. Namun di Toraja sudah dilakukan sejak turun temurun dan hingga sekarang masih dipertahankan.
Kuang juga menjadi potret kearifan lokal, bagaimana masyarakat Toraja mengoptimalisasi pemanfaatan air sawah untuk tanaman padi dan budidaya ikan sekaligus.
Jika melihat dari ketinggian gunung, keberadaan kuang di sawah terlihat jelas. Kebetulan ada beberapa petak sawah yang belum ditanami padi dan sementara mengisi kuang dengan air, sehingga nampak kolam berbentuk lingkaran di tengah sawah.
Saat ini masyarakat setempat sudah mulai proses menanam padi. Saya menyempatkan melihat dari dekat sawah terasering yang baru ditanami padi terlihat hijau dan subur. Kelak saat panen hasilnya akan melimpah.
Untuk panen padi sendiri dalam setahun, oleh masyarakat hanya bisa dua kali panen. Padi yang dipanen akan disimpan di lumbung atau dalam bahasa Toraja disebut Alang milik masyarakat.
Keberadaan alang untuk penyimpanan padi sejak dulu sudah ada. Di mana  merupakan bangunan khas Toraja berbentuk Tongkonan yang bisa sekaligus untuk tempat bersantai. Di perkampungan Toraja, hampir setiap rumah memiliki alang.
Padi yang diolah menjadi beras selain untuk dijual, juga digunakan untuk konsumsi sehari-hari serta untuk kepentingan pesta adat yang sering digelar di Toraja. Itulah mengapa padi aman tersimpan di alang.
Untuk mobilisasi komoditi padi yang sudah dipanen, akses infrastruktur jalan di wilayah perkampungan Toraja terbilang memadai. Keberadaan jalan yang sudah dicor beton menjangkau areal persawahan hingga di ketinggian pegunungan.
Walaupun ada beberapa titik yang rusak, namun pada umumnya jalan ke desa cukup baik. Kendaraan roda empat bisa mencapai hingga ke dusun-dusun. Tak heran pedagang asongan roda dua pun dari Kota Rantepao turut berdagang hingga ke pelosok desa.
Pembangunan infrastruktur jalan di desa tidak lepas dari penggunaan Dana Desa untuk program peningkatan akses jalan. Namun demikian dukungan APBD dari kabupaten dibutuhkan untuk pemantapan jalan menuju ke kecamatan dan desa-desa.
Di satu sisi dukungan untuk peningkatan produktivitas pertanian bagi petani dibutuhkan. Mengingat keberadaan sawah terasering di perkampungan Toraja, merupakan potensi besar untuk kemandirian pangan.
Di satu sisi menjadi destinasi wisata alam bagi para traveling yang menyukai eksotisme kearifan lokal di daerah. Terutama eksotisme persawahan terasering di daerah Toraja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H