Berada di areal persawahan tersebut, muncul rasa kagum melihat lereng pegunungan bisa digarap menjadi lahan persawahan yang produktif. Disatu sisi  bisa menjadi sumber pangan untuk kebutuhan hidup masyarakat setempat.
Ada ekspektasi berbeda saat menyusuri pematang sawah dengan metode terasering, dibanding sawah metode datar yang lasim kita jumpai di pedesaan.
Hal itu yang saya rasakan saat menyusuri dan melihat dari dekat persawahan terasering di dusun Kendenan, Desa Madong Kabupaten Toraja Utara. Selain kagum, pikiran serasa tenang melihat hamparan sawah bak lukisan di atas kanvas.
Yang membuat metode persawahan di Toraja makin unik adalah, keberadaan kolam di tengah sawah yang berbentuk lingkaran atau persegi. Dimana masyarakat Toraja menyebut kolam tersebut Kuang.
Kedalaman kolam di tengah sawah dibuat secukupnya. Selanjutnya pada kuang tersebut, dimasukkan ikan air tawar diantaranya ikan mas, nila dan gabus yang nantinya bisa diambil dan konsumsi pada waktunya.
Uniknya keberadaan ikan di kolam tersebut aman, karena hanya pemilik sawah yang bisa mengambilnya. Artinya dengan membuat kuang di sawah sudah sekaligus memelihara ikan.
Kuang merupakan wujud kearifan lokal masyarakat Toraja, dalam mengintegrasikan areal sawah untuk tanaman padi dan budidaya ikan. Sekaligus upaya ketersediaan dua jenis pangan dalam satu petak sawah.
Di beberapa daerah di Indonesia, metode persawahan dengan kolam di tengahnya tidak lasim dibuat. Namun di Toraja sudah dilakukan sejak turun temurun dan hingga sekarang masih dipertahankan.
Kuang juga menjadi potret kearifan lokal, bagaimana masyarakat Toraja mengoptimalisasi pemanfaatan air sawah untuk tanaman padi dan budidaya ikan sekaligus.