Kapal-kapal yang berlabuh di perairan pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok sangat dominan untuk menunggu bersandar ke dermaga. Bahkan ada kapal yang butuh berhari-hari berlabuh, hanya agar bisa sandar menurunkan atau mengangkut muatan.
Kesibukan yang ada di kedua pelabuhan tersebut adalah bukti disparitas pertumbuhan ekonomi antara Pulau Jawa dengan yang ada di Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Apalagi dengan Pulau Maluku, Papua dan Nusa Tenggara.
Belum lagi terkait sarana dan infrastruktur pelabuhan yang sangat memadai dengan ditunjang kawasan ekonomi, semakin menguatkan disparitas dengan sarana pelabuhan yang ada di luar pulau Jawa.
- Dari fakta lapangan tersebut, maka sulit menampik jika disparitas pertumbuhan ekonomi antara pulau Jawa dan luar pulau Jawa, memang nyata adanya.
Adanya narasi bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah menggenjot pembangunan sarana dan infrastruktur di luar pulau Jawa, untuk pemerataan ekonomi bukan pemindahan ibukota, sah-sah saja sebagai sebuah dialektika.
Dan itu juga yang sudah dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi  saat ini. Lewat pembangunan Indonesia Sentris, melalui berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) di hampir seluruh wilayah di Indonesia.
Namun demikian pembangunan IKN tetap berjalan, selain karena amanat Undang-undang, juga karena berbagai proyeksi terhadap masa depan Indonesia. Salah satunya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi antar wilayah.
IKN Peradaban Baru Indonesia
Dialektika soal pemindahan IKN semakin mencuat saat Cawapres Muhaimin Iskandar menyampaikan narasi, bahwa IKN saat ini belum layak ditinggali, karena masih kawasan hutan.
Walaupun disampaikan dalam kapasitas pribadi, namun narasi tersebut terkesan sarkas. Apakah narasi dimaksud menjadi sinyal mempertegas penolakan melanjutkan pemindahan IKN, waktu jua yang akan menjawabnya.
Namun bagi publik yang mengedepankan perasaan, bisa jadi akan menangkap narasi ini secara harafiah. Bahwa kondisi IKN Nusantara saat ini masih berupa kawasan hutan.