Pertama, isu soal ekonomi biru dan sektor maritim yang lagi trend, sehingga perjalanan via laut ini ingin menjiwai isu yang sedang hangat tersebut.
Kedua, menyesuaikan budget mengingat masih mahalnya harga pesawat terbang. Meskipun sejak bulan Juni 2023 lalu terjadi kenaikan harga tiket penumpang KM Pelni.
Ketiga, ingin melihat dan merasakan langsung transformasi pelayanan KM Pelni. Mengingat PT Pelni merupakan BUMN yang mendapatkan alokasi dana subsidi atau public service obligation (PSO) dari APBN sejak beberapa tahun lalu.
Keempat, mendapatkan informasi dan inspirasi dari hasil interaksi dengan banyak penumpang di atas kapal. Dimana sebagian besar adalah perantau yang bekerja di berbagai daerah di Indonesia.
Terkait alasan pertama soal isu ekonomi biru dan sektor maritim yang lagi trend, tentunya berkaitan dengan stakeholder bergerak pada elemen pelayaran. Terutama masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut.
Mereka adalah masyarakat pedagang yang mencari nafkah di pelabuhan saat kedatangan KM Pelni. Serta yang berdagang saat kapal tengah berlayar menuju pelabuhan tujuan. Baik itu berdagang kuliner, maupun kebutuhan pokok selama perjalanan.
Mengandalkan dagangan dari kehadiran penumpang tentu sebuah keniscayaan. Bagi pelabuhan yang kehadiran KM Pelni nya lebih banyak, tentu akan berpengaruh pada intensitas dagangan dan pendapatan ekonomi. Seperti pelabuhan Sukarno Hatta Makassar atau Tanjung Perak Surabaya.
Ini berbeda bagi pelabuhan dengan jadwal masuknya KM Pelni kurang seperti di pelabuhan Pantoloan, yakni hanya dua kapal KM Lambelu dan Labobar. Dimana jadwal masuk kapal bisa seminggu sekali atau dua minggu sekali, sehingga tidak setiap hari bisa berdagang.