Saya yakin kaum oposisi tahu benar realitas ini, termasuk seorang Rocky Gerung. Fakta lapangan, tayangan medsos dan hasil survei dengan tingkat kepuasan yang tinggi, menjadi sumber kompilasi yang komplit dalam mengafirmasi narasi kerja Presiden Jokowi.
Bagi kaum oposisi melakukan kontra narasi terhadap narasi kerja Pemerintah yang memiliki legitimasi kepuasan tinggi, adalah instrumen untuk menggerus narasi kerja tersebut. Ini mutlak apalagi menjelang tahun kontestasi politik 2024.
Peran mengolah kontra narasi inilah yang intens dilakukan Rocky Gerung selama masa Pemerintahan Jokowi. Tanpa lelah secara biner melakukan kontra narasi guna menggerus narasi kerja Jokowi, namun seiring dengan itu kepuasan publik terus meningkat.
Bagi stakeholder politik, tentu paham benar jika olahan kontra narasi adalah instrumen merebut simpati rakyat dalam momentum politik. Dalam alam demokrasi, kontra narasi tidak bisa dielakkan dan sah-sah saja, sebagai wujud otokritik terhadap narasi kerja Pemerintah.
Namun yang dibutuhkan dalam berdemokrasi adalah kontra narasi yang agonistik, bukan sebaliknya antagonistik. Agonistik bermuara pada otokritik yang konstruktif dan solutif bagi masa depan peradaban bangsa.
Sementara antagonistik bermuara pada kebencian, hinaan, fitnah dan hoaks yang menimbulkan polarisasi dan perpecahan anak bangsa. Jika melihat gelagat Rocky Gerung dalam mengolah kontra narasi dengan menggunakan diksi kasar dan provokatif, dapat dipastikan bentuk antagonistik.
Masa Depan Peradaban Bangsa
Tudingan Rocky Gerung yang terkait kebijakan Jokowi buruk, tentu tidak serta merta menjadi sebuah pembenaran. Karena kinerja pembangunan Presiden Jokowi dalam konteks Indonesia Sentris, senantiasa mengedepankan sukses utilisasi (manfaat) bagi rakyat.
Jika kebijakannya buruk, maka pembangunan Indonesia, Sentris tidak akan merata di seluruh Nusantara. Tidak usah jauh-jauh di Pulau Sulawes jika tidak dibangun jalur kereta api, kapan Sulawesi akan mengalami lompatan kemajuan konektivitas pada sektor transportasi darat.
Atau Rocky Gerung menghendaki wilayah Sulawesi dan daerah lainnya di Indonesia mengalami stagnasi dalam proses pembangunan. Serta terus mengalami disparitas di berbagai sektor, terutama infrastruktur dan sarana publik lainnya.