Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menjaga Masa Depan Indonesia, Lewat Penegakan Konstitusi Negara

23 Juli 2023   20:25 Diperbarui: 23 Juli 2023   20:31 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai disini, maka cita-cita Sukarno agar Indonesia tetap ada selama-lamanya, secara konstitusional telah terkunci lewat pasal 37 ayat 5 UUD 1945 amandemen keempat. Tentu saja sebagai anak bangsa terlebih Mahkamah Konstitusi (MK) selaku penjaga konstitusi dan ideologi Bangsa, untuk terus mengawal jangan sampai amanat konstitusi ini diubah.  

Empat Pilar Sebagai Peradaban Konstitusi

Karateristik Indonesia dapat dilihat dari kebesarannya, keluasannya serta kemajemukannya yang membedakan dengan Negara lain yang ada di dunia. Itulah mengapa Sukarno menyebut Indonesia sebagai tanah air yang mulia, tanah air yang kaya.

Kaya disini bukan saja dari aspek sumber daya alamnya semata. Namun juga dari aspek kebhinekaannya, serta dari aspek keberadaan pulau-pulaunya yang tersebar dari pulau Sumatera hingga Papua.

Karateristik serta kekayaan yang dimiliki ini, menjadi potensi bagi masa depan Bangsa Indonesia menjadi negara maju dan kuat. Namun di satu sisi, bisa menjadi potensi perpecahan jika amanat dalam konstitusi negara yakni UUD 1945 tidak dijalankan secara baik oleh penyelenggara negara sebagai mandataris rakyat.

Yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut serta memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian abadi.  

Potensi perpecahan bangsa bisa diakibatkan oleh aspek sumber daya alam, jika tidak diurus secara adil dan berpihak bagi kesejahteraan rakyat. Dalam realitasnya, pengelolaan sumber daya alam, rakyat justru terpinggirkan, sementara pihak pelaku usaha yang diuntungkan dalam langgam investasi.

Investor yang terungkit dari aspek ekonomi dan pendapatan, sementara rakyat di lingkar sumber daya alam, justru tidak ikut terungkit dari aspek pendapatan dari kesejahteraan. Realitas ini bisa terjadi karena dari dimensi kebijakan dan regulasi tidak berpihak ke rakyat, sebaliknya berpihak kepada pelaku atau badan usaha.

Potensi perpecahan juga bisa datang dari aspek kebhinekaan yang luar biasa dimiliki bangsa ini. Meliputi suku, agama, budaya, dan adat istiadat. Sudah seringkali gesekan akibat kesalahpahaman yang bermuara pada terjadinya konflik sosial, namun tidak sampai membuat NKRI terpecah belah.  

Demikian pula dari aspek kepulauan Indonesia yang tersebar secara geopolitik. DImana potensi perpecahan rawan terjadi dalam setiap momentum kontestasi politik. Padahal momentum kontestasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan Pemimpin yang bisa memajukan daerahnya dan mensejahterakan rakyatnya.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. kontestasi politik bermuara pada konflik sosial serta polarisasi pendukung, karena tudingan praktek kecurangan serta diskriminasi dalam proses pemilihan. Pada akhirnya menimbulkan saling gugat ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), untuk mendapatkan putusan final dan mengikat.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun