Dengan kompetensi materi ini, maka memudahkan mereka dalam mengkonversi dan mentransformasi gagasan dan karya di ruang publik, baik secara lisan, tulisan maupun tindakan. Kompetensi ini juga diperlukan saat nantinya  sudah terjun di bidang kerja apapun.
Tentu setiap siswa punya preferensi terkait materi tersebut, mengingat kemampuan setiap siswa berbeda. Disinilah peran guru untuk memetakan minat siswa sesuai portofolio yang dimiliki, terkait preferensi yang dimaksud.
Meski demikian alangkah baiknya jika keseluruhan materi ini dikuasai sejak dini, agar kelak ketika terjun di dunia kerja, kompetensi ini bisa bermanfaat. Karena semakin banyak knowledge dan skill dimiliki, sama dengan memupuk masa depan.
Sebaliknya semakin sedikit yang dimiliki, semakin terbatas yang bisa dilakukan. Apalagi sama sekali tidak memiliki kompetensi tersebut, maka jangan harap bisa menghasilkan karya literasi. Jika diibaratkan sebagai taman, adalah taman yang gersang karena tidak menghasilkan apa-apa.
Bergerak Bersama Lewat Kolaborasi
Dalam upaya Bergerak Bersama Menyemarakan Merdeka Belajar, maka dibutuhkan komitmen bersama dari semua Institusi dan Stakeholder. Ini penting jika menghendaki kebijakan Pemerintah terhadap reformasi pendidikan, bisa sukses menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas dan berkarakter.
Institusi Pendidikan tidak harus merasa qualified dalam mengimplementasikan program merdeka belajar ini. Sebaliknya harus membuka diri melibatkan Stakeholder lain untuk berkolaborasi.Khususnya untuk penguatan materi esensial yang diperlukan oleh peserta didik.
Mengapa demikian, karena ada juga individu guru yang punya kelemahan dalam bidang literasi. Untuk karya tulisan misalnya, tidak semua guru punya kepasitas untuk melakukannya. Jangankan membuat tulisan atau artikel populer, membuat notulensi yang representatif pun masih menemui kendala.
Tentu ini bukan sekedar asumsi namun realitas. Karena saya juga berteman dengan sejumlah individu guru di daerah, sehingga tahu kapasitas mereka dalam bidang literasi. Minat dan bakat menulis tidak didalami, sehingga terkendala dalam menghasilkan karya tulisan yang bisa menjadi literasi di ruang publik.
Tentu ini menjadi kendala bagi para guru  yang akan bertindak sebagai pendamping, tutor maupun pengajaran bagi siswa terkait materi esensial, guna mengembangkan potensi dan passion yang diminati.
Bukankah esensi Kurikulum Merdeka itu sendiri sebagaimana yang dirisalahkan oleh Kemendikbudristek adalah, menciptakan ruang bagi setiap individu untuk tumbuh dan berkembang sesuai keunikannya masing-masing.
Adapun posisi guru sebagai penggerak Merdeka Belajar, bukan hanya mampu mengajar dan mengelola kegiatan kelas secara efektif, tetapi juga membangun hubungan efektif kepada peserta didik.