Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Langgam Sukarnois, Geopolitik Regional dan Piala Dunia U-20

28 Maret 2023   14:47 Diperbarui: 29 Maret 2023   09:28 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Bali I Wayan Koster. Doc Ig Wayan Koster

Drawing Piala Dunia U-20 yang seyogyanya dihelat di Bali tanggal 31 Maret 2023 resmi dibatalkan oleh FIFA, tanpa ada kepastian kapan drawing akan digelar ulang.

Sebelumnya Gubernur Bali I Wayan Koster menyampaikan penolakan terhadap Timnas Israel bertanding di Bali, beberapa hari sebelum drawing akan digelar. Penolakan disampaikan lewat surat resmi ke Menpora.

Bisa jadi inilah salah satu pertimbangan, sehingga FIFA resmi membatalkan agenda drawing di Bali. Karena tidak mungkin delegasi Israel tidak ikut serta diantara 23 delegasi lainnya yang lolos piala dunia U-20 untuk melakukan drawing.

Publik tanah air terkejut, saat I Wayan Koster secara mendadak menolak kehadiran Timnas Israel. Sang Gubernur membuyarkan ekspektasi publik yang berharap Bali menjadi home base yang aman bagi Timnas Israel, atas adanya penolakan dari sebagian kalangan.

Narasi yang dipakai I Wayan Koster bukan soal jaminan keamanan, juga bukan stigma agama. Namun soal kebijakan politik Pemerintah Indonesia yang tidak sesuai dengan kebijakan politik Israel, atas pendudukan terhadap Palestina.

Dalam sudut pandang I Wayan Koster, kebijakan politik Israel terhadap Palestina telah menimbulkan masalah serius politik regional. Karena itulah Pemprov Bali menolak Israel bertanding di Bali.

Dasar kebijakan politik Pemerintah Indonesia yang menjadi alasan I Wayan Koster, tentu berangkat dari komitmen dan pengalaman Presiden Sukarno yang pernah menolak kehadiran Tim Israel pada Asian Games tahun 1962 di Jakarta.

Sebagai pengikut ajaran Bung Karno (Sukarnois), maka langgam keteladanan Bung Karno dalam komitmen bernegara, tentu menginspirasi setiap gerak langgam seorang I Wayan Koster. Terutama aspek yang bertentangan dengan amanat UUD 1945 yakni penjajahan di muka bumi.

Sebagai kaum Sukarnois, maka I Wayan Koster tentu paham betul langgam dan skim Sukarnois yang menghendaki tata pergaulan dunia yang humanis, egaliter dan bebas dari penjajahan. Jadi agak naif juga jika menuding sikap mendadak I Wayan Koster, hanyalah demi kepentingan politik 2024 semata.

Di satu sisi tidak bisa ditampik bahwa suara penolakan I Wayan Koster telah merebut atensi narasi di ruang publik. Bahwa kebijakan politik Pemerintah Indonesia yang menolak penjajahan tak bisa ditawar-tawar lagi. Meski lewat event sekelas piala dunia yang digelar oleh FIFA.

Terbukti buntut kegagalan drawing serta kemungkinan batalnya Indonesia menjadi tuan rumah, sosok I Wayan Koster kah yang justru mendominasi keriuhan narasi di ruang publik. Baik narasi yang pro maupun kontra terhadap dirinya.

Konferensi pers PSSI terkait pembatalan drawing di Bali. Doc PSSI TV
Konferensi pers PSSI terkait pembatalan drawing di Bali. Doc PSSI TV

Penolakan I Wayan Koster yang mewakili Pemprov Bali di masa injuri time, harus diakui telah turut "menggerus" kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah.

Dalam hal ini PSSI dan Pemerintah yang sudah bersiap secara maksimal, dalam mensukseskan gawean dunia tersebut. Termasuk menjadikan Bali sebagai salah satu venue pertandingan.

Tentu tidak bisa serta merta menjudge I Wayan Koster sebagai insan yang tidak cinta tanah air dan mengedepankan semangat persatuan sebagai langgam seorang Sukarnois. Karena turut menggerus kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia lewat penolakan kehadiran timnas Israel.

Terbukti selama ini, Bali selalu sukses menggelar event Internasional termasuk yang terakhir event KTT G20 yang dihadiri para Pemimpin Negara. Semua event yang sukses dan aman digelar di Bali, secara tidak langsung telah turut mengangkat citra positif Indonesia di mata dunia.  

Sebagai episentrum destinasi wisata dunia, Bali senantiasa sukses melaksanakan tugas dan peran geopolitik regional maupun global jika Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah. Di Bali dimensi budaya, religi, politik, ekonomi dan wisata bisa melebur bersama dalam sebuah peradaban yang guyub.  

Maka tentu terkesan kontradiksi jika I Wayan Koster seketika saja mengambil kebijakan "kontroversi" terhadap event Piala Dunia. Dimana event ini sudah pasti turut berdampak pada kehadiran wisatawan dan mendongkrak ekonomi masyarakat di Bali.

Meski demikian adanya sorotan bahwa I Wayan Koster telah mencampuri urusan olahraga dengan politik memang tidak bisa dinafikan. Bahwa FIFA sebagai yang punya gawean, sementara Indonesia sebagai tuan rumah, itu merupakan ranah berbeda yang harus dipahami. Baik oleh seorang I Wayan Koster maupun kalangan yang melakukan penolakan.

Apalagi posisi Indonesia sebagai tuan rumah adalah karena keinginan PSSI yang didukung Pemerintah Pusat. Bukankah sebagai Pemerintah Daerah, kebijakan Gubernur harus selaras dan bersinergi dengan Pemerintah Pusat, demi menjaga kepercayaan dunia?

Jika tuan rumah Indonesia dibatalkan, maka yang pertama mendapat resistensi adalah PSSI dan Pemerintah Pusat. Karena dianggap tidak siap menggelar event kelas dunia, karena adanya penolakan dari daerah dan berbagai kalangan terhadap Israel.

Demikian pula stakeholder sepakbola turut terkena imbas, termasuk suporter sepakbola Indonesia yang berharap bisa menikmati event Piala Dunia digelar di Indonesia. Selama ini keberadaan suporter menjadi basis utama penyanggah industri sepakbola di tanah air.

Banyaknya keberadaan suporter bola, telah menjadi pangsa pasar yang strategis bagi stakeholder sepakbola baik dalam konteks lokal, regional maupun global. Karena itu kepercayaan yang diberikan FIFA adalah sebuah momentum untuk memajukan sepakbola tanah air.

Kini kita menanti negoisasi antara PSSI dan FIFA agar Indonesia bisa tetap dipercaya sebagai tuan rumah dengan pertimbangan timnas Israel tidak bertanding di Indonesia. Satu permintaan yang pembahasannya pasti alot, karena FIFA tetap ingin semua tim yang lolos ikut serta pada piala dunia.

Namun jika nantinya negoisasi mentok dan Indonesia harus dicoret sebagai tuan rumah, maka harus siap menanggung segala konsekuensinya. Termasuk kemungkinan terburuk, dibekukannya sepakbola Indonesia.

Maka sebagai Sukarnois sejati, I Wayan Koster pasti akan siap bergotong royong memberi solusi terhadap stakeholder sepakbola yang terancam mati mata pencahariannya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun