Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Padungku di Taripa, Tradisi Pengucapan Syukur yang Masih Dilestarikan

28 Juli 2022   17:07 Diperbarui: 28 Juli 2022   23:41 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jemaat menggunakan pakaian adat di ibadah Perayaan HUT ke 110. Doc Pri

Dalam era digitalisasi saat ini, dimana nilai nilai kekerabatan dan kekeluargaan rentan tereduksi kemajuan zaman, ternyata Padungku sebagai sebuah tradisi pengucapan syukur bersama, masih menjadi perekat kuat dalam menjaga nilai nilai kekerabatan dan kekeluargaan yang guyub dan egaliter.

Padungku yang diikuti oleh anak anak hingga kaum lansia, menjadi aset berharga dilingkungan masyarakat Pamona yang patut dilestarikan. Tujuannya agar ungkapan syukur yang terimplementasi dalam suasana kebersamaan, menjadi momentum refleksi atas kebaikan Tuhan kepada jemaat maupun warga Desa Taripa.

Bahwa Padungku sebagai momentum kebaikan Tuhan terhadap jemaat dan masyarakat, inilah juga yang disampaikan oleh Ketua Umum Sinode GKST Pdt Djadaramo Tasiabe, saat membawakan sambutan pada ibadah perayaan HUT 110 GKST Jemaat Imanuel Taripa.  

Usia 110 tahun, dimana GKST Jemaat Imanuel Taripa berdiri tanggal 27 Juli 1912, haruslah menjadi tonggak untuk merefleksikan kebaikan Tuhan. Dimana lewat Padungku nilai nilai kebaikan dikonversi dalam bentuk melayani siapapun dengan semangat kebersamaan.  

Dengan refleksi tersebut, maka momentum Padungku tidak akan dianggap sebagai tradisi pemborosan ekonomi warga. Karena beragamnya menu kuliner yang harus disiapkan untuk menerima tamu, sehingga berkonsekuensi terhadap pengeluaran keuangan.

Ucapan HUT ke 110 di sepanjang Desa Taripa. Doc Pri
Ucapan HUT ke 110 di sepanjang Desa Taripa. Doc Pri

Sebaliknya menjadi wujud sukacita yang diungkapkan dengan makan dan berkumpul bersama yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi. Padungku bukan lagi soal besar kecilnya pembiayaan, namun bagian dari pelayanan dari satu bentuk ucapan syukur.

Sebagai tradisi budaya yang mengedepankan semangat kebersamaan, maka Padungku harus dihindari dari adanya unsur persaingan menu makanan yang menjurus pada terjadinya resistensi bertetangga.

Jika ini terjadi maka Padungku akan kehilangan makna. Padahal dalam usia 110 tahun, warga Jemaat GKST Taripa, sejatinya harus semakin matang dalam mengimani rasa syukur kepada Sang Khalik yang mengimplementasikan nilai nilai kebaikan.

Dengan semangat kebaikan tersebut, maka tamu yang berkunjung tak hanya datang sekedar makan, namun boleh juga membawa oleh oleh saat pulang. Terbukti setelah kenyang makan, oleh tuan rumah kami masih diberikan membawa pulang sejumlah nasi bambu dan berbagai menu lainnya.

Kalau sudah seperti ini, maka nikmat apalagi yang kurang. Selamat HUT ke 110 GKST Jemaat Imanuel Taripa dan selamat melaksanakan Padungku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun