Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Padungku di Taripa, Tradisi Pengucapan Syukur yang Masih Dilestarikan

28 Juli 2022   17:07 Diperbarui: 28 Juli 2022   23:41 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penari adat Pamona di Desa Taripa saat menyambut tamu yang datang. Doc Pri

Pukul 08.00 Wita, Rabu tanggal 27 Juli 2022, sejumlah penari adat Pamona sudah bersiap di ruas jalan depan Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Jemaat Imanuel Taripa yang berada di Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso.  

Para penari tersebut, sebagian diantaranya anak anak akan melaksanakan prosesi penyambutan adat untuk para tamu undangan yang hadir pada ibadah Perayaan HUT ke 110  Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Jemaat Imanuel Taripa.

Tepat pukul 09.00 Wita, prosesi penyambutan adatpun dihelat, berupa tarian dan diiringi musik tradisional Pamona. Para tamu undangan diarak menuju ke dalam gedung Gereja yang disambut oleh warga jemaat berpakaian adat yang berdiri berjejer rapi di pintu masuk gereja.  

Prosesi penyambutan adat sendiri diikuti Ketua Umum Sinode GKST, Bupati Poso, Anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten, unsur Forkominda Poso, Hamba Tuhan, Tokoh Adat, dan Tokoh Masyarakat. Mereka berjalan kaki dari Pastori menuju Gedung Gereja sejauh kurang lebih 50 meter.

Tamu undangan yang mengikuti prosesi sambutan adat Pamona. Doc Pri
Tamu undangan yang mengikuti prosesi sambutan adat Pamona. Doc Pri

Suasana ibadah Perayaan HUT ke 110 GKST Imanuel Taripa. Doc Pri
Suasana ibadah Perayaan HUT ke 110 GKST Imanuel Taripa. Doc Pri

Perayaan HUT GKST Jemaat Imanuel Taripa ke 110 yang berdiri tanggal 27 Juli 1912  berlangsung meriah, karena dirangkaikan dengan acara Padungku atau pengucapan syukur warga Jemaat Taripa Kecamatan Pamona Timur.

Itulah sebabnya dalam kegiatan perayaan HUT tersebut, jemaat turut membawa serta ragam makanan untuk nantinya disantap bersama dengan undangan atau  jemaat lainnya. Adapun salah satu makanan yang selalu tersedia dalam momentum Padungku tersebut adalah, nasi bambu atau akrab disebut Inuyu oleh warga setempat.

Kegiatan Padungku atau pengucapan syukur atas hasil usaha berupa panen sawah atau kebun masyarakat, merupakan kegiatan yang masih terus dilestarikan oleh masyarakat Pamona di era modernitas saat ini.  

Masyarakat yang melaksanakan Padungku di desa Taripa telah menyiapkan hidangan dalam jumlah banyak untuk tamu yang datang berkunjung. Setiap rumah terbuka untuk dikunjungi oleh para tamu dan  dipersilahkan menikmati makanan yang tersedia. Tak ada batasan berapapun tamu yang datang berkunjung.

Untuk hari pertama, tuan rumah akan menerima tamu yang datang dari luar desa. Tamu akan terus berdatangan dari pagi hingga malam hari. Setiap rumah warga punya tamu masing masing yang datang berkunjung untuk Padungku. Entah saudara, keluarga, kerabat maupun handai tolan yang datang dari berbagai daerah di Sulteng.

Kendaraan roda empat disepanjang Desa Taripa. Doc Pri
Kendaraan roda empat disepanjang Desa Taripa. Doc Pri

Rumah warga saat menyambut tamu. Doc Pri
Rumah warga saat menyambut tamu. Doc Pri

Saya sendiri yang datang bersama Anggota DPD RI Senator dapil Sulteng Lukky Semen ke Taripa sehari sebelum padungku, telah lebih dulu dijamu oleh salah satu warga desa Taripa. Tentu lengkap dengan makanan khas nasi bambu. Begitupun usai ibadah perayaan HUT, kembali kami dijamu oleh tuan rumah yang melaksanakan Padungku.

Suasana Desa Taripa semakin ramai ketika tamu semakin banyak yang datang berkunjung. Kendaraan roda dua maupun roda empat semakin banyak terlihat di tiap tiap rumah warga. Umbul umbul yang dipasang di sepanjang desa membuat suasana semakin semarak.

Di hari pertama Padungku, tamu dipersilahkan berkunjung ke setiap rumah warga dan menyantap makanan yang tersedia. Itupun jika kondisi perut masih mampu menampung makanan dari rumah ke rumah. Ajakan sejumlah warga untuk berkunjung ke rumahnya tak bisa kami dipenuhi karena sudah kekenyangan.

Dihari kedua dan ketiga Padungku, setiap rumah akan melayani kunjungan sesama warga desa. Namun demikian tetap melayani tamu yang datang dari luar desa. Hal ini disampaikan oleh salah seorang warga desa Taripa, saat berbincang usai menyantap nasi bambu. "Tamu saya ada yang datang dari Palu, Morowali Utara, Pendolo dan daerah lain di Sulteng," ' ujar warga.

Tradisi saling berkunjung ke tiap rumah dan menyantap hidangan bersama dalam momentum Padungku, tentu menjadi perekat sosial dalam memperkuat semangat kekerabatan yang patut untuk diapresiasi.

Jemaat membawa makanan untuk disantap bersama. Doc Pri
Jemaat membawa makanan untuk disantap bersama. Doc Pri

Jemaat menggunakan pakaian adat di ibadah Perayaan HUT ke 110. Doc Pri
Jemaat menggunakan pakaian adat di ibadah Perayaan HUT ke 110. Doc Pri

Dalam era digitalisasi saat ini, dimana nilai nilai kekerabatan dan kekeluargaan rentan tereduksi kemajuan zaman, ternyata Padungku sebagai sebuah tradisi pengucapan syukur bersama, masih menjadi perekat kuat dalam menjaga nilai nilai kekerabatan dan kekeluargaan yang guyub dan egaliter.

Padungku yang diikuti oleh anak anak hingga kaum lansia, menjadi aset berharga dilingkungan masyarakat Pamona yang patut dilestarikan. Tujuannya agar ungkapan syukur yang terimplementasi dalam suasana kebersamaan, menjadi momentum refleksi atas kebaikan Tuhan kepada jemaat maupun warga Desa Taripa.

Bahwa Padungku sebagai momentum kebaikan Tuhan terhadap jemaat dan masyarakat, inilah juga yang disampaikan oleh Ketua Umum Sinode GKST Pdt Djadaramo Tasiabe, saat membawakan sambutan pada ibadah perayaan HUT 110 GKST Jemaat Imanuel Taripa.  

Usia 110 tahun, dimana GKST Jemaat Imanuel Taripa berdiri tanggal 27 Juli 1912, haruslah menjadi tonggak untuk merefleksikan kebaikan Tuhan. Dimana lewat Padungku nilai nilai kebaikan dikonversi dalam bentuk melayani siapapun dengan semangat kebersamaan.  

Dengan refleksi tersebut, maka momentum Padungku tidak akan dianggap sebagai tradisi pemborosan ekonomi warga. Karena beragamnya menu kuliner yang harus disiapkan untuk menerima tamu, sehingga berkonsekuensi terhadap pengeluaran keuangan.

Ucapan HUT ke 110 di sepanjang Desa Taripa. Doc Pri
Ucapan HUT ke 110 di sepanjang Desa Taripa. Doc Pri

Sebaliknya menjadi wujud sukacita yang diungkapkan dengan makan dan berkumpul bersama yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi. Padungku bukan lagi soal besar kecilnya pembiayaan, namun bagian dari pelayanan dari satu bentuk ucapan syukur.

Sebagai tradisi budaya yang mengedepankan semangat kebersamaan, maka Padungku harus dihindari dari adanya unsur persaingan menu makanan yang menjurus pada terjadinya resistensi bertetangga.

Jika ini terjadi maka Padungku akan kehilangan makna. Padahal dalam usia 110 tahun, warga Jemaat GKST Taripa, sejatinya harus semakin matang dalam mengimani rasa syukur kepada Sang Khalik yang mengimplementasikan nilai nilai kebaikan.

Dengan semangat kebaikan tersebut, maka tamu yang berkunjung tak hanya datang sekedar makan, namun boleh juga membawa oleh oleh saat pulang. Terbukti setelah kenyang makan, oleh tuan rumah kami masih diberikan membawa pulang sejumlah nasi bambu dan berbagai menu lainnya.

Kalau sudah seperti ini, maka nikmat apalagi yang kurang. Selamat HUT ke 110 GKST Jemaat Imanuel Taripa dan selamat melaksanakan Padungku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun