Bagi seorang relawan yang sudah turun ke medan pengabdian, janganlah dinilai kapasitas mereka dari besar kecilnya bayaran yang harus diberikan. Karena modal utama seorang relawan adalah kepekaan sosial.
Masih teringat saat gempa bumi dahsyat disertai tsunami dan liquifaksi yang melanda wilayah Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) tahun 2018 lalu, kehadiran para relawan lah yang turut membantu para korban dan penyintas gempa saat itu.
Di saat wilayah Pasigala porak poranda, krisis bahan makanan serta banyak korban tewas dan luka luka di mana mana, relawan hadir sebagai malaikat penolong, untuk membantu melakukan apa saja di masa darurat gempa.
Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia hanya bermodalkan kepekaan sosial dan panggilan nurani untuk mengabdikan tenaga, pikiran dan waktu yang dimiliki demi kemanusiaan.
Ada juga relawan yang datang sudah dengan logistik baik makanan, obat-obatan serta keperluan lainnya yang mereka himpun sendiri sebelum datang ke lokasi. Bahkan untuk membawa logistik tersebut, harus mengeluarkan dana sendiri agar bisa sampai ke tujuan.
Mereka langsung terjun ke lapangan, mendistribusikan logistik, mengevakuasi jenazah, merawat korban yang luka luka, mendirikan tenda tenda hingga membuat dapur umum bagi penyintas gempa.
Mereka para relawan tidak datang untuk sekedar berleha-leha semata, apalagi demi konten media sosial.Â
Mereka juga datang bukan untuk dibayar mahal atas tenaga dan waktu yang sudah dikeluarkan. Sebaliknya justru mengorbankan apa yang dimiliki.
Sebagai Tanggungjawab Kemanusiaan