Saya teringat ada penyintas yang terluka parah kakinya akibat terkena reruntuhan bangunan berteriak kesakitan saat dirawat. Namun apa boleh buat, harus dilakukan perawatan agar tidak infeksi. Korban saat itu belum sempat ke rumah sakit, karena ketika selamat dari gempa memilih berlindung di posko pengungsian.
Terlibat sebagai relawan dan bertemu dengan para penyintas gempa yang ikut dalam pengobatan menjadi pengalaman tersendiri bagi saya. Walaupun saya juga sendiri sebenarnya adalah penyintas yang sempat syok akibat gempa dengan skala 7,4 magnitudo.
Saat gempa terjadi, saya masih ditolong Tuhan selamat dari reruntuhan bangunan, sehingga tidak terluka sedikitpun. Namun kerasnya goyangan membuat saya ikut syok. Setelah beberapa hari pasca gempa, saya turut ambil bagian dalam kerja kerja relawan.
Adapun untuk distribusi logistik berupa sembako dan keperluan pribadi dilakukan dengan dua skema, yakni diantar langsung ke titik titik pengungsi serta membagikan langsung dari posko bantuan.
Di masa krisis serta saking banyaknya yang membutuhkan logistik, seberapa pun bantuan yang diberikan tetap tidak mencukupi.Â
Kadang relawan di posko bantuan di Palu harus kewalahan karena banyak penyintas yang datang untuk meminta logistik.
Bagi yang mendapat bantuan saat itu terlihat senang, namun yang tidak kebagian karena logistik habis, terlihat raut kecewa diwajahnya, "Di mana lagi ada bantuan pak?" Kata seorang penyintas kepada saya yang terlihat kecewa tidak kebagian logistik saat itu.
Suka Duka Sebagai Relawan
Pernah ada juga pengalaman pahit yang saya alami terkait distribusi logistik. Seorang teman menghubungi pada malam hari kalau di tempatnya sudah kehabisan stok logistik, sementara ada anak kecil bersamanya. Tanpa pikir panjang saya sendiri membawa langsung logistik berupa sembako menggunakan motor.
Setelah menyerahkan bantuan dan baru saja hendak pulang, ternyata ban motor saya bocor. Karena sudah malam dan tidak ada bengkel yang buka, apa boleh buat terpaksa mendorong motor sampai ke Posko Bantuan.