Mohon tunggu...
Money

Memahami Tingkat Interaksi antara Pemikiran Ilmiah dan Doktrinal

27 Februari 2018   14:58 Diperbarui: 27 Februari 2018   15:05 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Madzhab Iqtishaduna (Baqir ash-Sadr) ?

Muhammad Baqir ash-Sadr sebagai salah satu tokoh intelektual Muslim kontemporer, mencoba menawarkan gagasan sistem ekonomi Islam yang digali dari landasan doktrinal Islam yakni al-Qur'an dan al-Hadits. Sadr tidak sepakat bahwa ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang sama seperti sistem ekonomi sebelumnya seperti Kapitalisme dan Sosialisme.

Menurut Baqr Sadr, ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang dipilih oleh umat Islam untuk dijalani dalam rangka mencapai kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktik sejalan dengan konsepnya tentang keadilan. Bagi Sadr, Islam tidak mengurusi hukum permintaan dan penawaran, tidak pula hubungan antara laba dan bunga, fenomena diminishing return yang merupakan ilmu ekonomi. Iqtishaduna sebagai masterpisnya mengungkap bagaimana seharusnya ekonomi Islam berjalan. Di samping itu, gagasan ekonomi Islam tersebut tidak mungkin bisa dilaksanakan tanpa adanya peran pemerintah dalam bidang ekonomi. Peran pemerintah ini dalam konsepsi Sadr berkenaan dengan upaya mewujudkan kesejahteraan di tengah-tengah kehidupan manusia. Dua peran pemerintah yang penting dalam hal ini adalah mewujudkan jaminan sosial dan keseimbangan sosial.

Ada banyak orang yang meyakini bahwa lingkup doktrin ekonomi hanya sekitar distribusi kekayaan dan tidak ada hubungannya dengan produksi, karena hukum-hukum ilmiahlah yang berlaku dalam proses produksi. Hukum-hukum ilmiah pula yang terkait dengan pemahaman manusia tentang elemen-elemen produksi serta karasteristik-karasteristik dan kemampuannya. Misalnya, proses produksi gandum atau tekstil yang tidak akan berubah seiring dengan perubahan doktrin ekonomi.

Oleh karena itu, mereka menyimpulkan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu hukum-hukum produksi, sementara doktrin ekonomi ialah seni distribusi kekayaan. Karena setiap penelitian yang menyangkut produksi, perkembangan produksi, penemuan sarana-sarana produksi serta perbaikannya, semua itu merupakan perkara yang diperbincangkan dalam ilmu ekonomi.

Akan tetapi salah besar jika kita memisahkan keduanya (ilmu ekonomi dan doktrin ekonomi) atas dasar ruang lingkup mereka yang berbeda. Karena dengan begitu kita akan memandang karasteristik doktrinal dan karasteristik keilmuan sebagai dua hasil dari ruang lingkup yang berbeda. Kita akan berpendapat bahwa jika penelitiannya tentang produksi, maka ia pasti penelitian ilmiah, sedangkan jika penelitiannya mengenai distribusi, maka itu pasti penelitian doktrinal. Padahal kenyataannya, ilmu pengetahuan dan doktrin berbeda satu sama lainnya dalam hal metode dan penelitiannya, bukan dalam hal materi pembahasan dan ruang lingkupnya. Penelitan doktrinal akan tetap bersifat doktrinal dan tidak akan kehilangan cap doktrinalnya selama ia tetap berpegang pada metode dan tujuan khususnya bahkan ketika ia mengangkat masalah produksi. Sebagaimana juga ilmu ekonomi tidak akan kehilangan [hubungannya dengn] sifat ilmiah bahkan ketika ia bicara tentang distribusi, selama tetap berpegang pada metode dan tujuan yang tepat baginya.

Ide dasar yang pertama dari madzhab ini adalah bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara ilmu ekonomi dengan Islam, keduanya merupakan sesuatu yang berbeda sama sekali. Ilmu ekonomi adalah ilmu ekonomi, sementara Islam adalah Islam, tidak ada yang disebut dengan ekonomi Islam. Pendapat ini awalnya didasarkan atas ketidaksetujuannya tentang definisi dari ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya ekonomi terbatas adanya, sementara keinginan manusia tidak terbatas. Definisi ini akan membawa implikasi yang serius dalam ekonomi, padahal Islam memiliki pandangan yang sama sekali berbeda.

Menurut mereka, Islam tidak mengenal konsep sumber daya ekonomi yang terbatas, sebab alam semesta ini maha luas. Allah SWT telah menciptakan alam semesta yang tiada terhingga luasnya, sehingga jika manusia mampu memanfaatkannya niscaya tidak akan pernah habis. Saat ini manusia baru mengeksploitir sebagian dari sumber daya ekonomi yang ada di bumi, padahal di luar bumi masih banyak terdapat Planet atau Galaksi lainnya. Dengan kemajuan teknologi, manusia kemungkinan akan mampu memanfaatkan sumber daya ekonomi yang ada di luar bumi, sehingga tidak akan pernah kekurangan sumber daya. Sebaliknya, justru keinginan manusialah yang sesungguhnya terbatas, kebutuhan yang terbatas ini sebenarnya secara implisit diakui dalamilmu ekonomi, misalnya ada teori marginal utility yang semakin menurun dan law of diminishing return.

Untuk itu madzhab ini mengusulkan istilah lain pengganti ekonomi, yaitu iqtishad. Iqtishad berasal dari kata qosada yang berarti "in between" atau setara, selaras, dan seimbang. Dengan demikian, iqtishad tidak sama dengan pengertian ekonomi dan bukan sekedar terjemahan kata ekonomi dalam bahasa Arab. Pengguaan kata iqtishad ini dilatarbelakangi oleh permasalahan dasar yang dialami oleh masyarakat, yaitu distribusi sumber daya ekonom yang tidak merata, dimana terdapat kelompok yang sedemikian kaya dan kelompok miskin yang sedemikian miskin. Implikasi lebih lanjut, mereka menyusun teori-teori ekonomi yang sam sekali baru. Teori-teori ini didasarkan kepada al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber hukum tertinggi dalam Islam.

Meskipun menganggap perlunya perombakan mendasar dalam ilmu ekonomi, bukan berarti tidak perlu sama sekali mempelajari ilmu ekonomi. Menurut Sadr (1979) ilmu ekonomi sebenarnya dapat dipilih menjadi dua bagian, yaitu philosophy of economics atau normative economics dan science of economics atau positive economics. positive economics bersifat objective dan universal sehingga juga tetap berlaku dalam iqtishad. Misalnya, teori permintaan dan penawaran yang menunjukkan hubungan antara tingkat harga dan jumlah yang diminta atau ditawarkan. Tetapi, normative economics suatu yang subjektif, karenanya tidak boleh dikembangkan lebih lanjut. Norma-norma ini didasarkan kepada filsafat dan nilai dasar yang diyakini oleh para penyusun ilmu ekonomi, jadi merupakan buah karya pemikiran manusia. Karena Islam memiliki norma sendiri yang didasarkan atas al-Qur'an dan Hadits, maka kita tidak dapat menerima normative economics ini. Misalnya, konsep sejahtera (welfare) yang menjadi tuuan ekonomi, keadilan dan efisiensi yang menjadi prinsip ekonomi tentu saja tidak sama dengan yang dimaksudkan dalam Islam.

Pokok pemikiran ekonomi Muhammad Baqir ash-Sadr :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun