Tidak kalah larisnya dibandingkan film Titanic yang kesohor itu. Paling tidak, nama Eyang bisa disejajarkan sama ketenaran Kate Winslet!
Oke, oke. Berbalik dari kekesalan yang bikin nyut-nyut kepala dan bikin senut-senut gigi saya, semua perihal nama itu ada juga hikmahnya. Saya bisa jadi lebih sabaran. Tidak suka misuh-misuh kayak dulu lagi.
Mau marah-marah gimana? Apa harus nabok orang atau kenalan baru saya yang mempersoalkan nama saya itu? Atau, apa saya harus menuntut mereka ke pengadilan lantaran bawa-bawa nama saya yang kedengaran aneh itu?
Apa saya harus nyewa pengacara top semacam OC Kaligis untuk menyeret mereka ke bui? Hihihi... apa kata dunia? Lelucon terbesar abad ini!
"Kak Eyang...!"
Kata Mama, nama Eyang sengaja dipilih di antara nama-nama lain semisal Susi, Wati, Siti, de-el-el de-el-el. Karena nama Eyang sudah diperhitungkan matang-matang. Diperhitungkan menurut primbon dan kerabat-kerabatnya.
Konon, untuk mendapatkan nama buat saya, Mama sampai mutih selama seminggu. Ah, tauk-lah. Kalau Mama mutih, pastilah Papa ngitem.
Ya, itulah. Demi sebuah nama. Kata Mama lagi, Eyang dipilihkan kepada saya supaya saya dapat menjadi eyang-eyang alias nenek-nenek alias panjang umur. Supaya saya nantinya dapat beranak-pinak sampai cicit.
"Kak Eyang...!"
"Oups...!"
"Ngelamunin siapa, sih?"