Saat memasuki musim kemarau, kuliner yang paling dicari masyarakat tentu tidak lain adalah minuman dingin seperti es, apapun bentuk maupun racikannya. Tentu saja, tujuannya untuk melepas dahaga di tengah sengatan panas matahari.
Sehingga, tidaklah mengherankan apabila menjamur kedai-kedai yang menjajakan kuliner es ini. Bahkan, resto berbintang pun tidak ketinggalan menyajikan minuman dingin yang digemari berbagai kalangan tersebut.
Padahal, dulu secara sederhana masyarakat marginal hanya bisa menikmati es keliling gerobak (pushcart) yang dijajakan di mulut-mulut gang seperti es dawet dan sejenisnya. Pasalnya, kurangnya varian minuman es yang ditawarkan membuat grassroat atau kaum akar rumput hanya dapat menikmati minuman es tradisional yang itu-itu saja.
Kalaupun menginginkan minuman es yang lebih variatif, mereka biasanya harus merogoh kocek lebih dalam. Biasanya, minuman es tersebut masih mengusung resep dan 'label' luar alias impor sehingga sudah tentu berbanderol mahal.
Sebutannya pun terdengar "gahar" seperti beverage, moctails, monster shake, dan hal-hal lain yang terdengar asing di telinga, paling tidak pada era 1970-1980-an.
Namun, saat ini berbagai minuman es bisa dibeli di mana saja dengan harga terjangkau. Kemajuan teknologi memungkinkan semua resep kuliner, termasuk minuman es ini "terbuka" di internet. Pelaku kuliner bisa berekspresi menciptakan menu-menu minuman baru "impor" yang berasal dari akar budaya suatu negara, sebut saja Es Falooda yang diklaim berasal dari India.
Bartender Waroenk Seafood  Liberty Virgilia saat ditemui di Waroenk Seafood, Jalan Veteran 18, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa 20 September 2022 pagi, mengungkapkan jika pihaknya tidak ketinggalan menyediakan Falooda dalam jajaran beverage yang notabene "impor".
"Sebenarnya, tidak hanya Falooda (yang berasal dari resep luar negeri), namun juga ada Es Shanghai (dari China) yang kami tawarkan kepada pelanggan. Semuanya disukai pelanggan, kok," paparnya.
Menurut Liberty, faktor digemarinya Falooda khususnya tidak lepas dari kontribusi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya.
"Bahan-bahannya manis-manis, ada puding cincau, cokelat, dan nata de coco. Selain itu, juga ditaburi sagu mutiara dan kacang merah. Adapun pemanisnya menggunakan sirup frambozen plus susu kenal manis," bebernya.
Liberty mengungkapkan, Falooda yang dibanderol Rp 34.000 per gelas itu juga disukai anak-anak karena diberi topping es krim strawberry.
"Apalagi, warnanya juga cerah-cerah sehingga menjadi daya tarik bagi anak-anak selain kesegarannya tentu saja," katanya.
Sementara itu, ditemui di tempat dan kesempatan yang sama, Supervisor Waroenk Seafood Wanda Bunga menambahkan manajemen pantry pihaknya sengaja mengangkat minuman ini lantaran sudah populer di dunia.
"Falooda, yang juga kerap disebut 'Faloodeh' ini nyaris dapat ditemui di semua negara, apalagi jika tiba atau memasuki bulan Ramadan. Yang saya tahu, meskipun diklaim berasal dari India tetapi dulunya Falooda merupakan hidangan penutup khas Iran yang dulu bernama 'Persia'," beber Wanda.
Kendati demikian, sambung ibu dari satu putri ini, popularitas minuman es berwarna "eksotik" tersebut lantas menyebar ke nyaris seluruh wilayah Asia.
"Nyebarnya tuh terutama di negara-negara Asia Selatan seperti India, Bangladesh, Pakistan serta negara lain sekitarnya. Jadi, sejatinya Falooda tidak asing lagi di negara-negara ini," bahas Wanda.
Selain berkembang secara masif di India khususnya, uniknya Falooda di Negeri Bollywood itu maupun di Iran sendiri dibikin dengan mencampur makanan bahan mi 'pendek-pendek' sebagai salah satu isian.
"Jadi, mi sebagai salah satu bahan isian minuman ini di sana mungkin lebih mirip es cendol di Indonesia. Nah, lain lagi di Pakistan karena mi yang digunakan berbentuk seperti spageti yang agak tebal. Ada juga yang menggunakan isian seperti bihun, loh," jelasnya.
Dalam perkembanganya, sebut Wanda, selera penikmat kuliner mulai berubah dan berkembang lebih jauh. Dijelaskan, masyarakat Mumbai yang menjadi pionir dalam memomulerkan Falooda ke seluruh India bahkan dunia telah bergeser ke arah yang lebih modern.
"Ya, bermula dari Mumbai yang dibawa orang-orang Persia (Iran) pada 800 sebelum masehi (SM), Falooda melalui Kesultanan Mughal atau Kerajaan Mogul (Mongol) mulai nyebar ke berbagai wilayah dunia pada abad ke-17," katanya.
"Baik orang India maupun Iran (Persia) sendiri, peracikan Falooda mulai bergeser yang tadinya orisinal hanya menggunakan mi atau bihun, juga telah menambahkan air mawar bercampur gula. Di kekinian, Falooda umumnya menggunakan sirup merah (frambozen), topping es krim, sagu mutiara, dan jenis-jenis bahan yang lazim digunakan untuk es campur," terang Wanda.
Menurutnya, dulunya Falooda dianggap juga sebagai 'makanan'. Hal itu tidak lain lantaran penggunaan mi atau bihun dalam minuman tersebut.
"Jadi pada zaman dulu, orang menyeruput 'makanan' Falooda ini sebagai pengisi perut layaknya makanan kasar lainnya. Namun, di lain pihak juga dianggap sebagai 'minuman'. Makanya, di negara jazirah Arab minuman ini sangat disukai sebagai menu berbuka puasa di bulan Ramadan," imbuh Wanda.
Di pengujung penjelasannya, ia mengatakan di luar sejarah dan keberadaan Falooda itu sendiri, kontribusi dari perpaduan isian yang renyah dan manis dalam satu kombinasi cita rasa membuat minuman dingin tersebut menjadi salah satu kuliner yang laris diburu pelanggan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H