Bila ada survei terkait tujuan utama seseorang atau komunal mengadakan trip di suatu wilayah atau negara, sudah barang tentu jawabanya tidak lepas dari daya tarik keindahan lanskap alam maupun budayanya.
Memang, sejatinya hal itulah yang mendorong wisatawan untuk "ngelencer" guna menjelajahi suatu destinasi wisata. Kendati demikian, keindahan alam dan daya pikat budaya yang unik tidak hanya satu-satunya tujuan. Pasalnya, kekayaan kuliner yang khas dari suatu daerah juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pelaku avonturir.
Menyoal kuliner, para wisatawan baik domestik maupun mancanegara tentu akan disuguhi beragam kuliner khas daerah, paling tidak makanan yang sebelumnya jarang mereka peroleh di daerah asalnya.
Seperti diketahui, Indonesia sebagai negara maritim tentu dianugerahi beragam hasil laut, salah satunya ikan yang masif dikonsumsi masyarakat bahkan menjadi komoditas ekspor ke luar negeri.
Sejatinya, ikan sendiri sudah tidak bisa dipisahkan dari masyarakat di Nusantara. Bahan dasar makanan hasil nelayan tersebut bahkan menempati posisi penting sebagai bahan konsumsi yang bergizi bagi masyarakat.
Beberapa restoran representatif menawarkan menu ikan dori yang tergolong menu elite dan berharga mahal. Akan tetapi, tidak kurang juga dari beberapa restoran yang lebih kecil, biasanya menyajikan "daging ikan dori kelas dua" yaitu ikan patin. Alasannya lantaran dengan menggunakan "ikan dori kw" tersebut mereka dapat membanderolnya dengan harga murah.
Penggunaan ikan patin sebagai pengganti ikan dori tidak lain karena kedua jenis ikan tersebut yang sangat mirip. Boleh dibilang, ikan patin dan ikan dori ibarat kata "si kembar namun beda rasa".
Itulah sebutan yang kerap dilontarkan untuk ikan dori dan ikan patin lantaran kemiripan tekstur hingga penampilan keduanya.
Kendati "kembar", ikan dori dan ikan patin memiliki kelas harga berbeda sehingga penikmat kuliner perlu mengetahui soal ini.
Asal tahu saja, ikan dori umumnya berasal dari perairan laut dingin di kawasan Australia. Bentuknya sedikit unik, pipih dengan kulit cokelat bermata lebar. Ikan dori juga mempunyai titik hitam di sisi badannya. Popularitas ikan dori tidak lain karena dagingnya yang sangat halus, berwarna putih bersih, dan gurih ketika disantap.
Ketika ditemui beberapa waktu lalu di Waroenk Oebufu, Jalan WJ Lalamentik, Oebufu, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Head Chef Waroenk Group Ahmad Niko menjelaskan kepada penulis jika ikan dori atau bernama "bule" john dory itu masuk sebagai ikan premium.
"Premium karena harga ikan dori ini mencapai ratusan ribu per kilogram," katanya.
Adapun terkait penggunaan ikan patin yang biasanya digunakan pelaku kuliner dalam resto yang lebih kecil adalah semata-mata agar menu "ikan dori" yang disajikannya bisa dibanderol dengan harga lebih terjangkau.
"Ikan patin lebih murah dan kerap digunakan untuk olahan daging filet pengganti ikan dori," imbuh Niko.
Oleh karena itu, ia mengimbau sebaiknya pembeli jeli mengamati daging yang dipesannya. Menurutnya, ada beberapa perbedaan antara ikan patin dan ikan dori, seperti dari serat, tekstur, aroma, serta rasanya.
"Ikan dori merupakan ikan laut, sementara ikan patin umumnya hidup di lumpur. Nah, untuk membedakan keduanya bisa dicium. Bila chef resto tersebut tidak mahir meraciknya, aroma tanah pada ikan patin masih akan tercium. Kalau aroma ikan dori, biasanya lebih segar tipikal ikan air asin pada umumnya," urainya.
Niko menambahkan, untuk serat jika ditelisik saat daging dibelah maka tekstur ikan dori sangat lembut.
"Dagingnya (ikan dori) sendiri membentuk serabut kecil-kecil. Kalau ikan patin tidak terlalu halus. Seratnya tidak sekecil ikan dori," ulasnya.
Bila mengamati teksturnya, papar Niko, ikan dori memiliki tekstur daging yang tebal. Ketika dikunyah, bagian-bagian dagingnya terasa padat serta kenyal.
"Kalau daging ikan patin biasanya lebih tipis dan teksturnya lebih lunak," tuturnya.
Terkait cita rasa, Niko mengungkapkan jika ikan dori memiliki rasa dominan gurih dengan sedikit kombinasi manis. Adapun cita rasa ikan patin murni gurih mirip daging ikan lele.
"Biasanya sih karena ikan dori jarang dikonsumsi masyarakat awam, makanya ketika menyantap ikan dori akan terasa familiar persis ketika mengonsumsi daging ikan patin," bebernya.
Di Waroenk Oebufu, restoran yang dikepalainya sebagai koki, Niko memberitahukan jika pihaknya menyediakan menu ikan dori.
"Nama ikan dori kami, Finding Dori. Jadi, bahannya terdiri dari fillet daging dori kemudian kami racik dengan bumbu-bumbu khas, seperti membalurnya dalam tepung dan saus teluar asin. Kemudian, kami sajikan bersama nasi putih di dalam mangkuk (ricebowl)," katanya.
Ketika penulis menyakan perihal penamaan menu ikan dori pihaknya yang terbilang unik lantaran mengingatkan salah satu film animasi Hollywood, Finding Dory, pria asal Malang itu tersenyum.
"Terus terang, penamaan itu cuma 'gimmick'. Ya, beberapa menu kami juga dinamai unik, seperti Ayam Goreng Jomblo, Nasi Goreng Jablay, dan lainnya," beber Niko.
Menurutnya, "Finding Dory" disukai penikmat kuliner di Kota Kupang lantaran selain lezat dan bergizi, penyajian ikan ini terbilang unik. Unik yang dimaksud Niko sebab ikan dori pihaknya disajikan secara fillet lantas digoreng menggunakan tepung pilihan serta bumbu-bumbu khusus hingga terasa gurih.
"Apalagi, ikan dori fillet tersebut kami sajikan ala Korea (korean ricebowl) sehingga boleh dibilang ini menjadi trend-setter penyajian kuliner saat ini di Kota Kupang," klaimnya.
Mengakhiri perbincangan dengan penulis yang merangkum artikel terkait kuliner untuk Kompasiana.com, Niko membeberkan jika penyuguhan ikan dori secara fillet kebanyakan digunakan para pelaku usaha kuliner untuk "mengakali" mahalnya harga ikan dori di pasaran.
"Seperti ikan napoleon dulu saat belum dilarang, daging ikan dori tergolong mahal sehingga inilah yang bikin pelaku usaha kuliner kebanyakan memilih menyajikannya dalam bentuk fillet. Di luar itu, ikan dori ini juga enak digoreng, dikukus, atau sekadar dikasih bumbu yang sedikit lebih 'strong'," tutupnya.
Sekadar catatan penulis, saat ini ikan napoleon sendiri memiliki status perlindungan secara terbatas berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H