Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana (9)

29 Maret 2021   11:28 Diperbarui: 29 Maret 2021   11:37 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi novel Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana. (Inprnt.com)

"Kalau takut bilang saja!"

Yao sudah mengarah kasar.

Kalimat-kalimatnya sudah tidak terkontrol. Fa Mulan tidak dapat membendung amarah yang mengubun di kepalanya. Diterjangnya Yao yang memiliki tubuh tiga kali lebih besar darinya dengan wushu tingkat dasar.

Yao mengelak.

Tangan kanannya menangkis satu tendangan ke arah dadanya. Ia terundur sedepa menahan tendangan Fa Mulan yang bertenaga. Sedikit terkesiap. Sama sekali tidak menyangka tubuh sekecil itu memiliki chi sekuat kuda. Dikembangkannya otot-ototnya. Tubuhnya memekar seperempat kali lipat dari ukuran tubuhnya yang biasa. Mengangkang dengan tubuh sedikit membungkuk. Siap menangkap tubuh lawan, serta meremukkan tulang-tulangnya saat berada dalam pelukan dan telikung kedua tangannya yang sekokoh baja. Gulat Mongolia memang mengerikan.

Fa Mulan mencecar dengan tusukan-tusukan telapak tangannya. Sambil melompat-lompat dan sesekali bersalto menghindari kaitan kaki Yao, dihujaninya tubuh kekar lawannya itu dengan pukulan telapak. Beberapa menerpa dada dan pundak. Tetapi tubuh besar itu tak bergeming. Kokoh seperti tembok. Yao tetap berdiri memaku pada tanah. Hanya sesekali menggebah pukulan-pukulan telapak Fa Mulan dengan kibasan-kibasan cakarnya.

Suasana di barak Kamp Utara mulai meriuh. Para prajurit keluar dari tenda masing-masing. Keheningan malam yang dipecahkan suara pertarungan menyita perhatian mereka.

Shang Weng menyimak suara gaduh di luar. Ia terbangun dari amben tenda. Berjalan dengan langkah rangkak, tidak dapat sepenuhnya bangun karena lukanya yang belum purna sembuh. Disibaknya daun tenda dari dalam. Di balik api unggun yang meranggas, dilihatnya sepasang prajurit yang berkelahi. Perseteruan masih berlangsung sengit. Api unggun yang terletak tidak jauh dari arena pertarungan tampak melelatu, memercikkan bunga-bunga api akibat embusan angin hasil perkelahian.

Yao masih berusaha menangkap tubuh mungil lawannya. Satu pelukannya yang secepat lesatan anak panah meleset. Fa Mulan merunduk, dan berdiri dengan kedua belah telapak tangannya di tanah sebagai penyangga tubuh kala kakinya mengentak, menendang kepala Yao yang sekeras batu di atas. Yao terundur tiga tindak dengan langkah sempoyongan. Tetapi kakinya masih terlalu kuat untuk dibuat terkulai. Ia masih berdiri dengan sikap kuda-kuda setelah pusingnya hilang.

Pemuda kekar bercambang itu semakin kalap.

Ia berteriak menghimpun tenaga. Ditubruknya tubuh Fa Mulan yang baru saja mendaratkan sepasang kakinya yang menendang tadi. Fa Mulan nyaris terjatuh ke belakang, tetapi satu kakinya menumpu seperti tongkat pada tanah bersalju, kemudian mendorong sekuat tenaga tubuh kekar yang menelikungnya dari depan itu dengan dengan bahu kanan dan kiri bergantian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun