Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana (5)

19 Maret 2021   23:27 Diperbarui: 20 Maret 2021   00:46 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi...."

"Eit, tunggu!"

Fa Mulan berlari masuk ke tendanya. Di dalam, ia langsung menggabruk rehal untuk menulis manuskrip yang akan disampaikan Bao Ling kepada Jenderal Gau Ming. Dirogohnya sebuah kotak persegi panjang dari tas kulit rusanya. Dikeluarkannya asbak tinta yang terbuat dari batu granit, juga pit dan selembar kertas berwarna putih kekuning-kuningan.

Dalam penerangan pelita berbahan bakar minyak samin di sebuah wadah perak berbentuk teratai, tangkas tangannya yang jenjang membubuhkan huruf kanji di atas kertas setelah mencelupkan pit ke asbak tinta. Ia tersenyum setelah selesai menuliskan pesan untuk Sang Jenderal. Keluar dengan wajah semringah. Diceritakannya taktik kamuflase yang akan menjadi penangkal serbuan musuh begitu tiba di hadapan Bao Ling.

Hanya beberapa patah kata saja, Bao Ling sudah dapat menangkap makna siasat yang membutuhkan banyak kuda tersebut. Ia mengangguk paham. Diam-diam mengagumi kecerdikan Fa Mulan.

"Saya tidak ingin membuang-buang waktu untuk menjelaskan siasat apa yang menjadi gagasan saya ini kepada para atase militer di Ibu Kota Da-du. Kita sudah terdesak. Nanti saya akan menjelaskan segalanya. Jadi, sekarang tugas kamu adalah mengirim kawat ini segera," jelas Fa Mulan sembari mendesak, dan menyodorkan gulungan kawat yang ditulisnya barusan begitu tiba di hadapan Bao Ling, yang masih berdiri dengan rupa terlongong. "Tolong sampaikan cepat! Ini menyangkut nyawa ratusan ribu prajurit Yuan. Juga jutaan rakyat Tionggoan!"

"Tapi...."

Tak ada gubrisan sebagai tanggapan. Hanya kibasan tangan Fa Mulan yang terayun, dan membungkam kalimat Bao Ling yang separo terlontar.

"Nah, berangkatlah! Hati-hati!"

Prajurit kurus bertubuh tinggi itu memacu kudanya seperti terbang. Derap-derap langkah kaki kudanya terdengar riuh membelah keheningan dini hari di Tung Shao. Menjauh dan menghilang ketika horizon di belahan timur sudah menjingga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun