Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana (5)

19 Maret 2021   23:27 Diperbarui: 20 Maret 2021   00:46 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi novel Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana. (inprnt.com)

Bibirnya terkunci. Pertanyaan Bao Ling barusan menohok hatinya. Mengurai serangkai ragu yang membabur. Jujur diakuinya kalau sekarang ia memang tengah putus asa. Hanya menanti ajal menjemput!

Tiga ratus ribu pasukan pemberontak Han akan merayapi Tung Shao! Sebuah kekuatan mahabesar yang akan memporak-porandakan Kamp Utara, yang saat ini hanya memiliki jumlah prajurit tidak lebih dari seperempat pasukan pemberontak Han!

Ia kembali mengusap wajah.

Angin yang bertiup semilir dari puncak bukit menggeraikan rambutnya yang sudah sedikit memanjang. Ia selalu memotong pendek rambutnya untuk menyamarkan identitas keperempuanannya. Tetapi sekarang tidak perlu lagi. Karena semua pejabat dan jenderal Yuan sudah mengetahui kalau Fa Mulan ternyata seorang perempuan.

Langit timur sudah sedikit menerang. Jingga baur di horizon kelam semakin menggalaukan hatinya. Mudah-mudahan pasukan pemberontak Han kesulitan meniti bukit licin bersalju besok, harapnya. Persediaan amunisi dinamit sudah habis. Sudah tiga bulan bahan peledak itu efektif menghambat laju pasukan pemberontak Han. 

Sekarang persediaan dinamit itu tidak dapat disuplai lagi karena Jenderal Gau Ming lebih memilih menghemat dinamit tersebut untuk dipergunakan mempertahankan Ibu Kota Da-du dari serangan musuh suatu saat.

Pandangannya mengabur oleh tabir uap salju yang mengkristal di hamparan bukit Tung Shao. Tenda-tenda masih berdiri, dinding-dindingnya yang terbuat dari kulit kempa lembu tampak hitam keperakan disinari cahaya bulan, yang muncul separo simetris di atas kepalanya. Disandarkannya matanya ke istal tenda. Beberapa ratus ekor kuda prajurit mungkin juga sudah terlelap karena kelelahan.

Ia menghela napas pendek.

Banyak kuda yang mati terkena tombak pasukan pemberontak Han yang sepanjang ular sawah. Senjata sederhana namun sangat efektif melumpuhkan lawan dari jarak jauh pada saat bertarung jarak dekat.

Bagaimanakah keadaan Khan?

Ia mengusap wajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun