Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Luruh Hati Rembang Lara

21 Februari 2021   23:46 Diperbarui: 22 Februari 2021   00:15 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen Luruh Hati Rembang Lara. (Effendy Wongso)

Lunglai, ditolehkannya kepala ke cakrawala barat. Di sana, matahari perlahan beringsut ditelan air laut yang kini sewarna tembaga. Di garis horizon sana pula tampak tiga pinisi seolah menari-nari dipermainkan gelombang pasang. Sementara pulau-pulau kecil kini hanya terlihat berupa noktah-noktah hitam di matanya. Ujungpandang di senja hari tampak bagai lukisan hidup.

"Ta-tapi... kenapa kamu harus memilih saya, Al?" tanyanya lirih setelah dia merasa mampu menghimpun kekuatan untuk bicara.

"Karena saya mencintaimu. Ada sisi lain yang membedakan kamu dengan Suci. Suci bukan lagi Suci yang dulu. Dia...," tegas Aldo tertahan, menatap lumat wajah kuyu di sampingnya yang tengah tertunduk lesu. Dihelanya napas panjang-panjang kemudian. Menghirup bau laut yang khas.

"Ke-kenapa?!"

"Dia terlalu disibuki dengan perasaan-perasaan cemburunya yang kadang tidak beralasan, Sa! Padahal, saya sangat mengharap kasih sayangnya setelah kasih sayang itu tidak mungkin saya dapati lagi di dalam keluarga saya yang sudah retak," lanjutnya dengan mimik nelangsa.

"Mbak Suci akan hancur, Al," desis Ersa, menundukkan kepalanya kemudian. Ada rasa bersalah dan takut menyergap hatinya.

"Saya tahu. Lalu, apakah saya harus memaksakan diri untuk mencintainya kembali?" Aldo menancapkan tatapannya sekilas ke wajah Ersa yang tengah menunduk. Cuma sebentar, sebab dia kembali  mengarahkan matanya ke lain tempat. Kali ini pandangannya tersita ke arah beberapa bocah asongan yang sedang menjajakan rokok. Lalu, selang berikutnya dia lebih asyik menyaksikan gerobak-gerobak penjaja makanan yang mulai memenuhi tepian pantai dari utara ke selatan.

"Dia sangat mencintai kamu," kilah Ersa berat. 

"Saya tahu." Aldo berdiri. Santai, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Mengangkat sebelah kakinya ke atas trotoar yang didudukinya tadi. Lalu ditopangkannya dagunya yang berlekuk indah di atas lututnya.

Dia selalu membangga-banggakan kamu. Di depan saya, di depan teman-temannya. Dia juga...."

"Ah, sudahlah, Sa. Dia adalah bagian dari masa lalu saya." Aldo mengibaskan tangannya pelan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun