Sejak tragedi naas itu pula, Airin tinggal di rumah pamannya. Ia dianggap anak sendiri oleh Oom Surya Wijaya, dan menjadi adik perempuan buat Revo yang terlahir sebagai anak tunggal.
"Sekolah terbengkalai, juara kelas nihil!"
"Aku...."
"Sampai kapan...?!"
"Tapi...."
"Kamu bukan Airin yang aku kenal empat tahun lalu! Airin yang ceria. Airin yang juara kelas. Â Airin yang menjadi kebanggaan keluarga Wijaya! Airin yang...."
"Cu-cukup, Revo!"
"Belum cukup apabila kamu masih saja mengiang-ngiang keluargamu yang sudah berada di alam baka. Jangan-jangan arwah mereka akan menjadi roh gentayangan karena tidak nyaman mendengar tangisanmu yang menyayat kalbu itu!"
"Ka-kamu...."
"Sori. Aku tidak bermaksud menghina mendiang keluargamu. Tapi, aku tidak suka kamu menyesali kematian mereka. Aku tidak suka kamu jadi parno begitu karena tidak tawakal melepas kepergian mereka."
"Tapi...."