Mohon tunggu...
Efendi Rustam
Efendi Rustam Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya memiliki ukuran moral dan persepsi sensualitas yang mungkin berbeda dengan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Bidadariku

9 Mei 2014   06:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:42 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau bukannya tidak berusaha. Aku tahu kau telah berusaha semampu jiwa dan tenagamu. Bukan jalan ini yang sebenarnya ingi kau tapaki. Namun aku juga tidak akan melupakan bagaimana mereka terus menabur kerikil tajam untuk setiap langkahmu. Mereka yang tidak pernah berhenti memblokade setiap jalan barumu. Masa lalu yang takkan mungkin kau hapus telah menjadi alasan kenapa kelompok ibu-ibu alim menolakmu bergabung dalam kegiatannya. Warga yang mencaci dan mengusirmu. Sungguh perlakuan yang tidak pantas diterima untuk bidadari sepertimu. Aku juga bisa merasakan sakit di hatimu saat kau dipecat dari pekerjaan yang baru dua bulan kau dapatkan hanya karena kau menolak rayuan binal manager kantormu. Bahkan sayatan perih bak teriris silet masih terasa perih di ujung nadiku kala wajah ayumu tegak menantang siraman ludah karena penolakanmu terhadap tawaran mesum kepala trantib untuk imbalan pembebasanmu.

--- --- ---

Ketika hidup menawarkan beragam pilhan, aku tahu bukan hidup seperti ini yang sebenarnya kau inginkan. Lalu di mana aku selama ini ? Aku sungguh laki-laki tak berguna yang hanya bisa menyesali keadaan karena tidak berdaya memutar kembali waktu yang telah melaju begitu cepat membawamu pergi dari sisiku.

Kuseka air mataku. Aku bukan laki-laki tegar dan tidak akan pernah berpura-pura menjadi tegar karena aku memang tidak sekuat dirimu menapaki naik turun jalan kehidupan. Sekarang kau pasti sedang menertawaiku karena masih terus saja menangis. Ya, inilah diriku. Laki-laki lemah yang tidak pernah punya kuasa dan kekuatan untuk menarikmu dari sudut gelap dunia dan karena ketidakberdayaan ini pula akhirnya kini kau pergi meninggalkanku untuk selamanya. Sampai detik dimana kau tidak mungkin kembali lagi, aku bahkan belum melamar dirimu jadi teman hidupku.

Tidak ada alasan untuk diriku menyesal, toh segala sesuatu telah jelas sekarang. Akulah sebenarnya laki-laki bajingan yang selama ini kau benci. Akulah laki-laki itu. Cinta tulus macam apa yang ada padaku untukmu kalau aku selama ini masih saja berkutat dalam lingkaran rasa pertimbangan ? Cinta putih macam apa ? Cinta sejati bagaimana yang hendak aku ceritakan kalau akhirnya hari ini dunia menyaksikan kegagalanku menjadi pelindung bagi bidadari cantikku ? Akulah sang pecundang yang terbelenggu dalam rantai kegagalan.

Ini adalah hari yang sangat kau nantikan. Para tetangga berkumpul di rumahmu, bukan untuk memperingati seribu hari meninggalnya bapakmu. Hari ini adalah hari pemakamanmu. Kericuhan semalam telah menghentikan jalinan cerita hidupmu. Tuhan, mengapa ini yang Kau lakukan padanya ? Di kala segelintir laki-laki menjauhi-Mu dan menjadi pemuja kecantikan bidadariku, mengapa Engkau begitu cepat merasa cemburu sampai harus memerintahkan para penjaga-Mu mengangkat pentungan dan membakarnya ? Berbatas apakah pesona kecantikan ciptaan-Mu hingga mereka takut Kau akan kalah bersaing dengannya ? Ah, mungkinkah dia bidadariku dan juga bidadari-Mu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun