Mohon tunggu...
W. Efect
W. Efect Mohon Tunggu... Penulis - Berusaha untuk menjadi penulis profesional

if you want to know what you want, you have to know what you think

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ancaman

8 April 2020   19:24 Diperbarui: 8 April 2020   19:38 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada sedikit keanehan. Kenapa? Aku berusaha berpikir keras supaya mau mengatakan apa yang bergalau dalam pikirannya. Apakah pertengkaran tempo hari seperti yang dikatakan di Tini. Mungkinkah ada kaitanya dengan bercinta?

"ada apa mas." Kata dik Lastri ketika melihatku gelengkan kepala, sambil memandangi pohon ketela terhampar didepan.

"Aku ingat sesuatu dimasa lalu."

"Tentang apa mas?"

"Yah tentang suatu persitiwa yang pernah menimpa keluarga kita. Waktu itu...." Begitu aku memulai cerita tentang lik Wakidi yang kalap, ia berusaha untuk membunuh bapak dengan menggunakan parang. Kamu tahu sendiri khan, aku terluka kena sabitannya hingga harus dirawat di rumah sakit beberapa hari. Tapi aku sendiri juga tak habis pikir mengapa lik Wakidi berbuat begitu.

"Mas udin juga pernah bertengkar dengan lik Wakidi setelah sembuh."

"Benar begitu. Dengan adanya pertengkaran, walau aku masih tetap menjaga diri jangan sampai terjadi hal-hal yang merugikan kita bersama. Untung saja pak kadus segera datang, entah siapa yang memberitahukan."

"Kelanjutannya bagaimana mas." Sejenak kupandangi wajah dik Lastri yang mulai interest berkata-kata. Aku berusaha untuk menjelaskan apa motivasi lik Wakidi, kenapa sering bertengkar dengan bapak, ia berusaha untuk menguasai harta warisan tinggalan kakek. 

Karena emosi yang tidak terbendung bisa kalap, bahkan kalau memang tidak bisa dikendalikan dan terus menahan pikiran yang berkecamuk itu boleh jadi bisa menjadi gila.

Dik Lastri menanyakan kenapa bisa begitu, akupun berusaha untuk mnjelaskan, sebenarnya hal itu juga tergantung berat ringannya persoalan yang tengah dipikirkan. 

Kalau terlalu berat memikirkan bisa ngomyang. Pernah juga hal itu terjadi dialami oleh salah seorang temanku. Begitu dik lastri suntuk mendengarkan apa yang aku sampaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun