Mohon tunggu...
W. Efect
W. Efect Mohon Tunggu... Penulis - Berusaha untuk menjadi penulis profesional

if you want to know what you want, you have to know what you think

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Merentang Hari Datang Pergi Indonesiaku

3 Mei 2017   09:35 Diperbarui: 3 Mei 2017   14:16 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Merentang hari datang pergi Indonesiaku, angin membisikkan bingkai kabut

senandungkan tembang resah gelisah sampai relung hati, gaungnya

seperti gelombang kurusetra, gending-gending, tetabuhan bertalu

mengiringi ksatria amarta merebut tanah pusaka.

sebagai ksatria pinilih, hasrat merengkuh tahta sejati membekas obsesi

jiwa raga tak lagi dipertimbangkan, bila mengingat hasrat bakti bagimu pertiwi

kaca negara melesat buru sergap, tetapi sebagaimana titah mayapada tak kuasa

melawan pepestining dumadi, telah dimeteraikan gusti allah, sekalipun

semua aji mandraguna diterapkan, jiwa raga tetap melayang jauh

bersatu dalam kedamaian abadi.

Merentang hari datang pergi Indonesiaku, seberkas cahaya hendak menerangi kegelapan. 

sekalipun pucuk-pucuk daki burung berkicau belum mampu semarakkan

pagi tambah berseri, walau musim mengibaskan udara panas sekalipun,

masih menyisa desir lembut semilir angin.

wajah-wajah rupawan berbendera pusaka, cahayanya sejati menebar kehangatan

bagi jiwa resah gelisah dibibir penantian

alunan tembang bergayut menderu merasuki gelombang Padang Kuru

menjadi bekal maju satu, menerjang sosok daki tak mampu menepis sesaat

Abimanyu gelar iranma nadinya, sekalipun raga hancur masih saja tegar dan tegas

“Amukkkk…..amukkkk….” begitu haru hambrasto angara murka, sampai

jiwanya melayang jauh masuk peraduan abadi….. amukkkk…..

Merentang hari datang pergi Indonesiaku, pucuk-pucuk daki burung berkicau

mulai merambah pagi tambah berseri, cahaya merah matahari mengibas

dari bibir bukit sebelah timur, merentangkan pelangi nusa bakti,

teduh rimbun dedaunan, seteduh jiwa kembara tanah merah putih,

menakup naungan jiwa resah gelisah terukir kian tak meronta, dibawah kilau

cahayanya menebar sampai sudut-sudut nusantara.

begitu bende ditabuh, begitu ladang ditabur benih, irama musim ini bergayutan

bumiku merenda hari-harimu panjang, semerbak aroma mewangi

bakti tanah merah putih.

Merentang hari datang pergi Indonesiaku, jiwaku mengembara dari pagi

merambat siang fatamorgana, nuansa pagi masih saja merambahi lintas garis tepi. 

tetapi sebagaimana pelita tak lagi berada dibalik tempurung kelapa,

cahayanya menebar kemilau, hasrat hambastro angkar murka tetap

jadi landasan pacu. bumiku, cahayanya menghangatkan jiwa-jiwa resah gelisah,

harapku masih setia memegang sebuah kendali suro diro jayaningrat lebur dening pagastuti. 

begitu hasrat bakti tanah pertiwi menjadi kehausan,

eling lan waspada, senantiasa mengibaskan lentera, menabur benih

hingga mampu berbuah banyak, bumiku

landasan pacu, indonesiaku, kebangkitan baru. iramamu satu.

Keterangan :

1. Pepestening dumadi :                garis hidup yang telah ditentukan oleh Tuhan Yang  maha  Esa.

2. Aji Mandraguna :                      aji kawijayaan / Kesaktian.

3. hambrasto angkara Murka :       memberantas tindak angkara murka/ memberantas kejahatan baik fisik maupun non fisik.

4. Suro diro jayaningrat lebur dening pangestuti :

                                                      Adanya suatu bentuk kemarahan dapat diatasi dengan sikap rendah hati. Kalau panas dengan panas justru akan membuat tambah berkobar, akan tetapi kalau panas dengan semilir angin atau bisa juga dengan air justru akan menyejukan hati/menyejukan suasana/menyejukkan jiwa resah gelisah.

5. Eling lan waspada :                   berhati-hati dalam melangkah, tidak perlu terburu-buru dan senantiasa ingat akan kekuasaan Tuhan yang Maha Esa         

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun