Merentang hari datang pergi Indonesiaku, angin membisikkan bingkai kabut
senandungkan tembang resah gelisah sampai relung hati, gaungnya
seperti gelombang kurusetra, gending-gending, tetabuhan bertalu
mengiringi ksatria amarta merebut tanah pusaka.
sebagai ksatria pinilih, hasrat merengkuh tahta sejati membekas obsesi
jiwa raga tak lagi dipertimbangkan, bila mengingat hasrat bakti bagimu pertiwi
kaca negara melesat buru sergap, tetapi sebagaimana titah mayapada tak kuasa
melawan pepestining dumadi, telah dimeteraikan gusti allah, sekalipun
semua aji mandraguna diterapkan, jiwa raga tetap melayang jauh
bersatu dalam kedamaian abadi.
Merentang hari datang pergi Indonesiaku, seberkas cahaya hendak menerangi kegelapan.
sekalipun pucuk-pucuk daki burung berkicau belum mampu semarakkan
pagi tambah berseri, walau musim mengibaskan udara panas sekalipun,
masih menyisa desir lembut semilir angin.
wajah-wajah rupawan berbendera pusaka, cahayanya sejati menebar kehangatan
bagi jiwa resah gelisah dibibir penantian
alunan tembang bergayut menderu merasuki gelombang Padang Kuru
menjadi bekal maju satu, menerjang sosok daki tak mampu menepis sesaat
Abimanyu gelar iranma nadinya, sekalipun raga hancur masih saja tegar dan tegas
“Amukkkk…..amukkkk….” begitu haru hambrasto angara murka, sampai
jiwanya melayang jauh masuk peraduan abadi….. amukkkk…..
Merentang hari datang pergi Indonesiaku, pucuk-pucuk daki burung berkicau
mulai merambah pagi tambah berseri, cahaya merah matahari mengibas
dari bibir bukit sebelah timur, merentangkan pelangi nusa bakti,
teduh rimbun dedaunan, seteduh jiwa kembara tanah merah putih,
menakup naungan jiwa resah gelisah terukir kian tak meronta, dibawah kilau
cahayanya menebar sampai sudut-sudut nusantara.
begitu bende ditabuh, begitu ladang ditabur benih, irama musim ini bergayutan
bumiku merenda hari-harimu panjang, semerbak aroma mewangi
bakti tanah merah putih.
Merentang hari datang pergi Indonesiaku, jiwaku mengembara dari pagi
merambat siang fatamorgana, nuansa pagi masih saja merambahi lintas garis tepi.
tetapi sebagaimana pelita tak lagi berada dibalik tempurung kelapa,
cahayanya menebar kemilau, hasrat hambastro angkar murka tetap
jadi landasan pacu. bumiku, cahayanya menghangatkan jiwa-jiwa resah gelisah,
harapku masih setia memegang sebuah kendali suro diro jayaningrat lebur dening pagastuti.
begitu hasrat bakti tanah pertiwi menjadi kehausan,
eling lan waspada, senantiasa mengibaskan lentera, menabur benih
hingga mampu berbuah banyak, bumiku
landasan pacu, indonesiaku, kebangkitan baru. iramamu satu.
Keterangan :
1. Pepestening dumadi : garis hidup yang telah ditentukan oleh Tuhan Yang maha Esa.
2. Aji Mandraguna : aji kawijayaan / Kesaktian.
3. hambrasto angkara Murka : memberantas tindak angkara murka/ memberantas kejahatan baik fisik maupun non fisik.
4. Suro diro jayaningrat lebur dening pangestuti :
Adanya suatu bentuk kemarahan dapat diatasi dengan sikap rendah hati. Kalau panas dengan panas justru akan membuat tambah berkobar, akan tetapi kalau panas dengan semilir angin atau bisa juga dengan air justru akan menyejukan hati/menyejukan suasana/menyejukkan jiwa resah gelisah.
5. Eling lan waspada : berhati-hati dalam melangkah, tidak perlu terburu-buru dan senantiasa ingat akan kekuasaan Tuhan yang Maha Esa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H