Identifikasi adalah proses di mana kita mulai merasa bahwa kelompok tertentu mencerminkan diri kita. Kita melebur dalam kelompok itu dan mengadopsi nilai-nilainya. Dalam hal ini, identitas menjadi pedang bermata dua: ia dapat memberikan rasa aman, tetapi juga dapat memperkuat prasangka-prasangka.
Fenomena "Bubble Effect" di Media Sosial era digital, identifikasi sosial semakin diperkuat oleh media sosial. Algoritma mempelajari preferensi kita dan memberikan konten yang sesuai dengan kelompok kita. Hal ini memperkuat "bubble effect," di mana kita hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan identitas kita.
Studi oleh Journal of Digital Society (2024) menemukan bahwa 78% pengguna media sosial di Indonesia lebih sering berbagi berita dari kelompok yang sama, terlepas dari validitasnya. Fenomena ini menciptakan ruang gema (echo chambers), memperkuat bias kelompok, dan mempersulit dialog lintas identitas.
3. Perbandingan Sosial
Langkah terakhir adalah perbandingan sosial, di mana kita mulai menilai kelompok kita lebih baik dari pada kelompok lain. Dalam eksperimen Minimal Group Paradigm, hasilnya terlihat dari bagaimana peserta ternyata memberikan lebih banyak hadiah kepada kelompok mereka sendiri.
Terdapat banyak model ancaman identitas dalam konflik sosial dalam kehidupan nyata, salah satunya ialah biasanya terjadi akibat perbandingan sosial dapat menjadi pemicu konflik. Ketika satu kelompok merasa identitasnya terancam, mereka sering merespons dengan sikap defensif atau agresif. Contoh klasik adalah konflik Ambon dan Poso, di mana adanya perasaan terpinggirkan oleh kelompok lain memicu kekerasan dan pertikaian.
Identitas Sosial di Era Digital, Refleksi dan Tantangan Baru
Simbolisme Identitas di Dunia Maya
Di dunia maya, identitas sosial muncul dalam berbagai bentuk simbolis: seperti tagar, emoji, atau bahkan penggunaan istilah tertentu. Simbol ini menjadi cara untuk mengekspresikan keanggotaan dalam kelompok, tetapi juga dapat memperkuat polarisasi.
Misalnya, tagar seperti #KamiBersamaUlama atau #SayaPancasila menciptakan kesan bahwa ada dua kubu yang saling berseberangan. Dalam konteks ini, media sosial berfungsi sebagai katalisator untuk memperkuat identitas kelompok, tetapi juga memperlebar jurang perbedaan.
Filter Bubble dan Polarisasi
Filter bubble adalah fenomena di mana algoritma media sosial hanya menampilkan konten yang sesuai dengan preferensi kita. Ini menciptakan ilusi bahwa semua orang di sekitar kita memiliki pandangan yang sama, sementara pandangan alternatif hampir tidak terlihat sama sekali.