Sebetulnya, kepedulian Ami terhadap lingkungan sudah tampak bahkan lebih dini, yaitu sejak duduk di bangku SMP, kala ia berusia 12 tahun.
Program Go To Zero Waste School yang digagasnya menjadi sebuah proposal Karya Ilmiah Remaja dalam acara Young Changemakers dari ASHOKA Indonesia. Gagasan dengan biaya operasional sebesar Rp 2,5jt tersebut kemudian disetujui, terus dikembangkan dan menjadi inspirasi bagi siswa-siswi sekolah lain di Bandung.
Masih sama seperti masa remajanya, hingga kini "gelar" Ratu Sampah yang diembannya masih terus dilaksanakan dengan baik.
Mia kerap tampil mengisi acara sekaligus memberikan edukasi  seputar perubahan lingkungan dengan mengurangi limbah sampah.
Setelah diterima kuliah di Universitas Udayana, Bali, Mia kembali menyuarakan perubahan terhadap lingkungan yang diberi nama "Udayana Green Community".
Ia tak hanya menyuarakan di sekitar kampus, komunitasnya pun menyasar sejumlah SD dan SMP di Denpasar. Selain itu, ia dan teman-temannya melatih warga di desa-desa untuk melakukan pengolahan sampah terpadu, mengamalkan nilai Tri Hita Karana. Menghormati Tuhan, manusia, dan alam.
Bahkan setelah memasuki dunia kerja, tanggungjawab menjadi Ratu Sampah yang telah diembannya sejak ramaja itu terus dilaksanakan.
Ya, Mia si Ratu Sampah sepertinya akan tetap mengemban gelar tersebut hingga seumur hidupnya. Menebar edukasi untuk bumi yang lebih baik lagi.
Kelak, lewat campaign yang terus disuarakannya, akan "lahir" Mia Mia baru yang bersuara di wilayah mereka masing-masing. Dengan begitu, kita bisa berharap tak akan ada lagi tragedi Leuwigajah lain yang akan terulang di masa-masa mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI