"Siapa sih yang mau beli? Semua juga punya." Begitu kurang lebih selenting nada kurang sedap yang mampir ke telinganya tentang usaha yang tengah digeluti.
Tumbuh besar di wilayah kebun kopi percontohan, tepatnya di kaki gunung Pesagi, Pekon Sukarami, Kecamatan Balik Bukit, Liwa, Lampung Barat, adalah satu tantangan tersendiri ketika tercetus keinginan untuk mendirikan bisnis yang fokus pada penjualan kopi dalam kemasan lebih berkreasi.
Inilah yang dirasakan Mutia Putri Sela. Keinginannya untuk merintis bisnis tidak bisa dikatakan mulus sebab pandangan sebelah mata oleh warga sekitar sempat menyelimuti di awal perjalanan menghadirkan produk yang kini menjadi kebanggaannya, Kobusta Kopi si bubuk kopi robusta dari kaki gunung Pesagi.
Tidak heran. Hampir semua warga di sana memang petani kopi. Bila dipikirkan, betul saja, dikemas sedemikian rupa memang untuk apa? Semua warga di sana juga punya, bisa menyeduh sendiri dari hasil panen kopi pribadi. Belum lagi, di daerah yang sama, penjual kopipun sudah menjamur.
Tapi tidak dengan Mutia. Pikiran sederhana itu kembali diramu secara matang dari sudut pandang yang berbeda.
Memahami bahwa tahun 2020 saja, Indonesia masih dihuni sebanyak 273.5 juta jiwa menjadi pegangannya untuk terus maju membangun yang diyakininya. Kini, kopi dari kaki gunung Pesagi itu, siap menembus pasar negeri. Bersaing dengan produk lokal sejenis lainnya.
Bubuk kopi yang semula hanya terjual dilingkup Lampung semata, kini tembus ke berbagai penjuru Indonesia.
Bermodal ilmu Teknologi PanganÂ
Berlatarbelakang ilmu Teknologi Pangan tentu memiliki andil untuk mengantarkan Kobusta Kopi menjelajah negeri seperti saat ini.
Berbagai kontribusi dari ilmu tersebut diterapkan untuk mendapatkan hasil produk terbaik yang siap didistribusikan.