Tanpa disadari, sang pemilik gubuk terus saja memerhatikannya.
"Gubuk ini akan kami tutup. Apakah minumanmu sudah habis, anak muda?"
"Belum Pak, akan aku habiskan." Anak tertua itu terbata. Lekas-lekas meneguk sisa minumannya dan mulai kebingungan karena orang-orang tak lagi seramai tadi. Lebih bingung lagi karena kini dia tak tau kemana akan pergi.
"Jika kau belum punya tujuan, ikutlah denganku. Aku butuh orang untuk bekerja di kebunku. Itupun jika kau mau."
"Kalau harus kembali berkebun, aku lebih baik kembali ke kampung halamanku. Tapi barangkali orang ini bisa membantuku selanjutnya."
"Mulia sekali Pak. Aku memang belum memiliki tujuan, terimakasih sudah mau membantuku" Jawabnya sambil menganggukkan kepala.
Tak menunggu lama dan tanpa diminta, anak tertua itu ikut membersihkan gelas berisi sisa minuman pembeli. Membersihkannya di tempat yang ditunjukkan oleh pemilik gubuk. Pemilik gubuk hanya tersenyum, dan merekapun pergi.
Tak disangka, pemilik gubuk tak hanya memiliki gubuk semata. Rumahnya besar dan mewah. Setiap hari, sang anak tertua tersebut membersihkan rumah itu tanpa diminta. Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya telah dilihatnya dilakukan oleh pemilik rumah.
Tak ada waktu yang dilewati tanpa bekerja. Apa saja. Di rumah bisa, di kebun fasih, kejujurannya pun terus dijaga. Pemilik gubuk benar-benar tak pernah dibuatnya kecewa.
Sampai suatu waktu, anak tertua melihat tuannya memasukkan banyak sekali pakaian ke dalam karung. Ada juga makanan-makanan. Perasaannya mulai curiga dan tak karuan.
"Apa ini? Apakah aku akan diusir dari rumah ini?"