Fanny Jonathan: Setiap Hari Adalah Cerpen
Ada banyak hal yang menarik dalam acara yang diselenggarakan CLICK Kompasiana pada 2-3 Agustus lalu, termasuk di dalamnya adalah materi yang disampaikan oleh pembicara. Sebagai pembicara, tentu setiap kata yang diucapkan akan menjadi catatan bagi peserta.
Adalah Fanny Jonathan Poyk, seorang Sastrawan yang menjadi pembicara pertama dalam acara tersebut. Dari sekian banyak hal menarik yang disampaikan, ada satu hal yang dapat kugarisbawahi:Â
"Bahwa setiap hari adalah cerpen, sayang, ada banyak cerpen yang tidak diurai."
Aku sepakat dengan kalimat ini, dan entah kenapa, kalimat ini terus saja menggelitik. Seperti meronta untuk dibagikan pada orang lain.
Isjet: Tentang Bayaran untuk Tiap Tulisan
Usai sesinya, Sastrawan yang begitu ramah itu meninggalkan lokasi acara, menerima setiap peserta yang ingin mengabadikan diri dengannya dalam bingkai foto.Â
Kapan lagi bisa foto sebegitu dekatnya dengan seorang Sastrawan, kan? Dalam foto tersebut, bukan hanya tersenyum, Beliau bahkan berkenan merangkul peserta, tanpa diminta.
Lalu Mas Isjet yang sudah tak asing lagi di tengah-tengah Kompasianer hadir mengisi sesi kedua. Salah satu topik yang Beliau angkat adalah tentang bayaran tulisan.Â
Bayaran tulisan di tengah-tengah Blogger hingga kini masih menjadi pro kontra. Sebagian orang menargetkan bayaran yang tinggi untuk tiap artikel yang ditulisnya.Â
Ada juga yang mau menerima bayaran Rp 50.000 ke bawah sehingga menimbulkan persepsi bahwa tulisan dari blogger itu bisa saja dibayar murah.
Ada kesepakatan dalam diriku terkait dengan apa yang disampaikan oleh Mas Isjet. Bisa saja sebetulnya menerima bayaran kecil namun Blogger juga harus berani berinisiatif untuk memberikan penawaran lain seperti permintaan agar perusahaan meningkatkan kuantitas artikel yang perlu ditulis dalam rentang waktu yang lama.Â
Dengan begitu, meski bayaran per artikel tergolong rendah, akan tertutupi dengan jumlah artikel yang perlu ditulis dan setidaknya Blogger tersebut akan memiliki kepastian pendapatan hingga rentang waktu kontrak yang telah disepakati.
Lalu, bayaran kecil yang dimaksud itu berapa?
Ya tergantung, karena bagaimanapun, kalau seseorang butuh, tentu tetap akan menerima bayaran yang ditawarkan. Namun, berusahalah bernegosiasi agar penawaran yang diberikan tidak berada di bawah harga Rp 100.000.
Berkunjung ke Pulau Maju. Jadi, Pantai atau Pulau Maju?
Sebuah nama yang tertera pada banner acara dan mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat Kompasianer tertarik untuk bergabung.
Yang anehnya adalah, CLICK Kompasiana menyebutkan nama tersebut dengan sebutan Pulau Maju. Sedangkan dalam salah satu VLOGnya, Ruhut Sitompul menyebutnya Pantai Maju. Bahkan, di beberapa reklame di sekitar kawasan tersebut, seluruh iklannya bertuliskan Pantai Maju. Jadi yang mana nih? Pantai Maju atau pulau maju?Â
Karena sebutan pulau dan pantai ini pulalah ada yang lucu pada saat kunjungan ke tempat ini. Banyak kekecewaan yang terpancar di wajah para peserta.Â
Mengacu pada nama Pulau dan Pantai, peserta telah mempersiapkan diri membawa benda-benda yang seyogyanya dibawa saat akan bepergian ke pantai ataupun ke sebuah pulau. Pada Vlognya, Ruhut juga menyampaikan kekecewaan yang sama kok. Hehe. Kamu bisa cek di akun youtube Beliau.Â
Jika berbicara tentang akan menuju sebuah pulau, tentu yang hadir dalam benak adalah menyeberang dari sebuah pantai dengan menggunakan perahu. Mungkin pemikiran ini yang sudah tertanam sejak pengumuman acara ditayangkan.
Namun harapan itu pupus sudah. Tidak ada pantai di sana, tidak ada bayang-bayang berenang di tepi pantai apalagi bermain air yang berwarna biru.Â
Eitsss, tetap ada perahu kok. Tapi bukan bertujuan untuk mengangkut wisatawan ke sebuah lokasi wisata. Aku hanya kebetulan melihatnya lewat tepat di bawah jembatan memasuki wilayah Pantai/Pulau Maju.
Bangunan-bangunan mewah, bahkan jalanannya dibuat sedemikian rupa, petugas keamanan, food court yang cukup besar, ucapan-ucapan selamat bagi toko-toko yang baru saja beroperasi.Â
Tempat ini adalah salah satu tempat yang sedang banyak diperbicangkan terutama masyarakat Jakarta, salah satu pulau di Pulau Reklamasi.Â
Lalu kenapa jadi disebut pantai? Menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, padanan kata yang tepat dan pas untuk reklamasi adalah pantai. Sebab, dari kacamata Anies, pulau adalah daratan yang terbentuk dari proses alami, bukan buatan manusia.
"Kalau daratan yang dibuat manusia itu namanya pantai, bukan pulau," kata Anies, dikutip media lokal (CNN/24-6-2019).Â
Jadi ya, acara CLICK Kompasiana ini telah mengantarkan ku pada seorang Sastrawan sekaligus menjawab pertanyaan tentang sebuah tempat yang sedang ramai diperbincangkan, antara Pantai atau Pulau.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H