Memasak adalah Tentang Memberi Hati
Mendapati bakso Malang di ibu kota sudah hal yang sangat biasa, di mana-mana ada. Meski begitu, terkadang, cita rasanya pun berbeda-beda. Katanya sama-sama bakso malang, kok rasanya bisa berbeda-beda?
Kembali lagi, menghidangkan sebuah makanan tergantung dari hati (dan tangan). Tak peduli sepersis apapun resep yang digunakan, selama hati (dan tangan) yang mengolah berbeda, rasa yang keluarpun tak akan pernah sama.
Mengapa seseorang bisa jatuh cinta lewat makanan? Kalau kata Bapak, memasak itu bagian dari memberikan sepenuh hati kepada orang yang akan menikmati. Mereka memberikan yang terbaik di setiap proses hingga terhidang di tempatnya. Bukan yang penting bumbu masuk dan asal jadi. Dan Mamakmu melakukan itu.
Lho, tidak adil dong! Bagaimana dengan kami yang sedang belajar memasak? Kami memasak sepenuh hati tapi hasilnya tidak karu-karuan?
Belajar saja terus, jangan lupa untuk memasukkan seluruh isi hatimu di dalam masakan.
Ngga percaya? Coba saja lihat orang yang sedang bersedih, galau atau sejenisnya. Hasilnya tidak akan berbeda jauh. Gosonglah, keasinanlah, terlalu asam, atau mungkin hasil akhirnya tak berbentuk. Hal ini juga terjadi pada hati yang merasakan sebaliknya. Memasak itu selalu tentang hati.
Kembali lagi tentang bakso Malang. Di beberapa tempat di Jakarta, makanan ini memang terasa sangat nikmat, yang paling sering saya kunjungi, bakso malang persis di depan stasiun sudirman di depan alfaexpress. Hanya Rp 15.000.
Nikmat? Versi saya, tentu. Versi yang lain, belum tau. Bukankah rasa juga tergantung selera?
Di satu tempat, saya pernah membeli seporsi bakso Malang yang ketika saya makan pertama kali mulai kerja 2017 silam, hingga kini tempat tersebut tak lagi pernah saya injak kembali. Ini yang disebut bakso atau makanan asal jadi. Aroma bakso sangat tidak enak. Kemungkinan-kemungkinan pun muncul di dalam benak.
Jangan-jangan daging yang dipakai sudah tidak segar? Jangan-jangan, ini bakso yang diolah dari beberapa minggu lalu, ngga laku lalu dipanaskan kembali?
Ada banyak "jangan-jangan" yang muncul di benak ketika aroma daging baksonya saja sudah terasa tidak bersahabat.
Bakso President, Bakso Serbuan Wisatawan Domestik Saat Berkunjung Ke Malang.
Berbicara tentang bakso Malang yang marak dan sangat mudah ditemukan di ibu kota bahkan kota-kota lain di Indonesia, tidak afdol rasanya jika tidak menikmati bakso Malang yang sesungguhnya. Ya, bakso Malang di kota Malang tentu saja.
Bersamaan dengan diselenggarakannya ICD 2018 oleh Kompasiana yang bertempat di Taman Krida Budaya, Malang, saya yang memang sangat ingin mengunjungi kota Malang tak menyianyiakan kesempatan.
List yang ingin dikunjungi di kota Malang sudah tersusun rapi, lokasi rekomendasi bakso Malang termaknyus di Malang pun sudah dicek di Google maps untuk mengetahui titik pastinya. Perlengkapan selama di sana pun tak perlu dipertanyakan lagi. Semua siap untuk eksekusi.
Katanya sihhhhh, berkunjung ke Malang, belum lengkap jika tidak mampir di Bakso Malang President yang bertempat di jalan Batanghari, Klojen, Malang. Bakso ini adalah satu satunya tempat yang menjadi serbuan wisatawan domestik saat berkunjung ke Malang.
Di antara rumah dan warung tersebut, ada sedikit celah yang dimanfaatkan oleh konsumen untuk parkir, dari sana pula kita bisa melihat dengan jelas tulisan "Bakso President" dengan ukuran yang cukup besar untuk memastikan setiap pendatang tidak sedang salah alamat.
Menyantap Bakso "Berati", Nikmatnya Bakso Malang yang Sesungguhnya
Berbicara tentang hati yang dipersembahkan untuk masakan, kali ini saya benar-benar menemukan "hati" itu persis di dalam bakso yang saya pesan.Â
Dari beberapa pilihan menu, "Bakso Campur Jeroan" menjadi pilihan saya sebagai pecinta jeroan.
Selain memang menyukai jeroan, dari nama menu tersebut bukankah orang jadi penasaran? Bakso campur jeroan? Gimana tuh? Bakso ukuran besar di dalamnya ada jeroan mungkin?
Ternyata tidak! Bakso tersebut berukuran sebagaimana bakso pada umumnya, seukuran lubang jempol dan telunjuk jika dibentuk membulat. Jeroannya sendiri saat itu info dari mba pelayannya sedang habis. Lalu apa yang spesial dari bakso malang jeroan tanpa Jeroan ini?
Berselimut dinginnya udara Malang, bakso pesanan kami akhirnya tiba di meja, tempat yang kami pilih untuk kami tempati untuk bersantap.
Dengan sedikit sambel yang terhidang di meja, ditemani segelas air jeruk hangat, kepulan asap yang bersumber dari mangkuk bakso, serta aroma sedap yang menusuk-nusuk hidung, dinginnya Malang pun untuk sesaat terlupakan.
Dan kenikmatan itu pun datang, gigitan pertama berhasil membuat hati setuju bahwa kenikmatan bakso Malang (yang sesungguhnya) tiada tandingannya. Dan halo para penjual bakso Malang yang bukan di kota Malang, sila jaga kualitas bakso kalian yaa, jangan sampai mencoreng kenikmatan bakso Malang yang sebenernya ini.
INI E N A K B A N G E T!!
Kekenyalan dan tekstur bakso yang memang pada porsinya. Jika pembaca pernah mengonsumsi bakso yang ketika digigit, daging bakso memberikan kesan berpasir di mulut, maka kemungkinan besar pengolahan daging agar menjadi bubur daging melewati proses atau tahapan yang salah. Dan itu tidak ditemukan di Bakso President Malang.
Di dalam mangkok tersebut, selain bakso, terdapat pula pangsit goreng, dan beberapa jenis makanan lainnya yang saya sendiri tidak begitu tahu apa namanya. Ramai namun tetap terlihat cantik dan menggiurkan.
Satu per satu bakso mulai ludes, hingga akhirnya sebuah bulatan berukuran persis seperti bakso tersebut saya gigit yang ternyata adalah potongan hati ayam. Duhhh, nyess banget...
Belum pernah kepikiran menikmati ati ayam dalam lezatnya linangan kuah bakso yang telah diberi cabe bersama kriyuknya pangsit goreng, dilengkapi air jeruk anget sembari sesekali menyibak rambut yang dihembus angin Malang.Â
Bakso Malang, kelak aku kembali lagi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H