Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Hadiah dari Mamak

1 Januari 2018   00:27 Diperbarui: 1 Januari 2018   00:32 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku dan Inong Haholongan (Dokumentasi Pribadi)

Jadi anak rantau itu, ya enak tidak enak sih. Enak karena memang saya bisa mengekspresikan diri, mandiri tanpa harus bergantung apa-apa pada orang tua, sedikit bisa mulai berikan apa yang orang tua minta pula. 

Tidak enaknya ya lumayan banyak juga, termasuk harus berjuang sendiri meski keadaan sedang sakit, atau saat hari-hari sedang berada di bawah, atau saat sedang melihat orang lain tertawa bersama orang tua dan meski di keramaian saya bisa merasa sangatttt sepi saat rindu sedang menghampiri.

Tidak enaknya lagi adalah saat ada acara keluarga, pesta. Apalagi kalau orang Batak, acara keluarnganya banyak, engga habis-habis. Nikah? Pesta. Lahiran? Pesta. Tunangan? Pesta? Masuk rumah pertama? Pesta. Pesta terus.

Kalau udah jadi orang tua mungkin ceritanya beda ya karena setiap kali ada kegiatan, orang tua tampak sangat antusias manortor diiringi Tagading Batak. Tapi ya berhubung karena anak muda, acara-acara ini lumayan bikin bingung juga terutama dalam urusan bagi membagi waktu. 

Belum lagi, kedua orang tua tinggalnya di Sumatera Utara sana. Jadi, pada umumnya, kalau ada acara adat, anak yang berada di domisili terdekatlah yang mewakili orang tua untuk menghadiri kegiatan tersebut.

Hadiah Pertama Dari Mamak -- Kesepakatan Bolos Pesta

Saat ada acara adat bersamaan dengan jam kerja, hehehehe, Mamak memang sangat tepat menjadi partner in crime melalui jaringan telepon.

"Mak, aku kan kerja, Mak. Nanti pulangnya jam 5, trus nanti sampe rumah jam 9 malem, belum lagi makan, Mak. Kalau ijin takut ga dibolehin, Mak. Bagusnya kek mana ya Mak ya?"

"Bilang aja kau ga bisa. Panjang kali ceritamu!"Dalam hati Yihaa, Best Mamak in da world sambil senyum-senyum.

Dan akhirnya beliau sendiri yang maju untuk memberikan penjelasan mengapa anaknya ini tak tampak pada saat acara berlangsung pada pihak keluarga pemilik acara.

Adat memang menjadi salah satu jati diri bagi orang Batak. Mungkin tak hanya kami, bagi setiap suku yang ada di Indonesia, orang tua tentu ingin anak-anaknya terus menjunjung tinggi adat-istiadat yang telah turun temurun dari nenek moyang.

Hadiah Kedua Dari Mamak -- Nasihat

Kata Mamak, kalau sudah ketemu dengan sesama Batak, "Unang maila marbahasa Batak"yang artinya agar saya tidak malu menggunakan bahasa Batak. Karena bagaimana pun, banyak sekali anak muda yang perlahan mulai melupakan Bahasanya dan berjuang mati-matian untuk menguasai bahasa asing. Atau yang berangkat dari desanya, dan kembali dengan bahasa yang ya kalau istilahnya di kami adalah "marpasir-pasir" hanya demi mendapatkan pengakuan bahwa si perantau itu kini terdengar lebih "Jakarte" alias modern.

Marpasir-pasir merupakan istilah untuk Bahasa berbeda yang digunakan dari Bahasa Ibu namun tidak diucapkan dengan fasih. Misalnya: Cantik BANGET (Jakarta) saat diucapkan menjadi cantik BANGAT (Orang Batak yang sok Kejakarta-jakartaan demi sebutan gaul).

Nasihat ini pulalah yang saya pegang di perantauan. Itu sebabnya, list lagu di hp saya kebanyakan bahasa Batak. Sesekali saya lebih memilih menghabiskan waktu di Pasar Senen, 10% untuk menikmati makanan khas Batak, 90% ketemu dengan orang-orang Batak yang pada umumnya sesama perantau. Rasa-rasanya memang seperti di kampung halaman. Hehehe.

Hadiah ketiga dari Mamak - Ulos

Dua hari sebelum berangkat ke Lampung, tempat perantauan saya yang pertama, Mamak juga menyiapkan ulos. "Ini Kau. Ini Bapak. Ini juga Mamak. Ulos ini, kita. Jangan sampe hilang ya, Nak." Begitu ujarnya yang menjelaskan bahwa ulos tersebut adalah bagian dari adat yang tak boleh untuk dihilangkan atau dilupakan.

Bukan ulos yang cantik, bukan pula seperti ulos-ulos mewah yang harganya selangit. Ini hanya ulos sederharna dari wanita yang luar biasa. Wanita yang selalu mengatakan "Mamak percaya kok kau bisa. Bapakmu apalagi." Ketika bahkan saya sendiri mulai tak lagi percaya pada kemampuan diri saya.

Saya selalu takjub pada Mamak. Tiga kali di masa remaja, saya membuatnya berurai air mata karena kenakalan yang baginya melewati batas hati tegarnya. Belum lagi akan kesalahan-kesalahan kecil lain yang tak dapat kuhitung berapa jumlahnya. Dan hanya dalam hitungan menit, semua sirna. Terlupakan. 

Meski hingga kini ketiganya saya sendiri tak pernah melupakannya sebagai cambuk untuk tidak lagi pernah berpikir apalagi mencoba melakukan kesalahan yang sama sebagaimana yang dulu saya lakukan padanya.

Hadiah untuk Mamak Hasil dari Hadiah dari Mamak

Mungkin tidak akan pernah ada saya yang sekarang jika tanpa dukungan Mamak. Mungkin dulu, saya hanya menjadi seorang wanita yang memilih untuk terus diketiak Mamaknya setamat SMA dan tidak berani untuk membuka tempurung diri lalu keluar dari sana. Mungkin dulu itu akan terjadi jika Mamak saya bukanlah Mamak. Beruntung, Tuhan memilih saya dilahirkan dari rahim wanita yang super hebat seperti Mamak.

Jika saat kuliah dulu Mamak selalu bertanya di akhir tahun "Kau sudah beli baju Natal? Baju tahun barumu udah ada? Sepatumu kek mana?" dan sebaris pertanyaan lain yang kalau dilist tak akan cukup satu halaman. Kini, dengan semua nasihat darinya, dengan semua pemberiannya yang sederhana namun luar biasa, perlahan di awal Desember setiap tahunnya saya mulai bisa membahagiakan hatinya, meski hanya seujung jari.

"Mak, besok ajak Bapak ke Pajak Horas. Cari baju Natal berdua ya. Barusan udah aku transfer." Hehehehe. 

Surat untuk Mamak:

Halo Mamakku yang hebat, mungkin Mamak tidak akan pernah membaca surat ini karena Mamak engga pernah mau belajar pake android. Tapi untunglah, kalau Mamak kenal Facebook, nanti jadi aku yang nutup akun. Hehehe.

Terima kasih ya Mak e untuk telah berdiri di garda terdepan melindungi kami bertiga ketika orang lain memandang rendah pada kami. Terima kasih telah menyisihkan waktu tidur Mamak di pertengahan malam dan tersedu membawa nama kami bertiga dalam tiap lipatan tangan mamak.

Terima kasih untuk terus yakin bahwa kami bisa lebih dari apa yang kami bayangkan. Terima kasih untuk terus percaya pada kemampuan kami ketika kami mulai tak percaya pada diri sendiri.

Terima kasih untuk selalu menjadi juri ketika dulu kami bertiga mulai berperang meyakini bahwa pendapatnya masing-masinglah yang benar. Aku rindu suasana itu, Mak. Terima kasih untuk tidak pernah mundur meski membesarkan kami harus berjauhan dengan Bapak.

Mak, Mamakku Sayang. Panjang umur, sehat selalu, Mak. Bahagia selalu, Mak. Tuhan selalu menyertai Mamak.

With Love.

Borumu
Efa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun