“Emang nggak bisa diatur, pakai jaksa yang lain, yang sudah pasti bisa diajak kerjasama” potong Syam dengan nada agak kesal.
“ini sudah yang paling baik mas, maklum banyak mutasi dan penertiban kedalam katanya” lanjut istrinya.
Dan syam meski dalam hati merasa ragu tidak bisa berbuat lain.
***
Maraknya demo anti korupsi dan politisasi pihak yang kalah di pemilu rupanya berpengaruh hingga ke ruang sidang. Di jalanan mahasiswa nyaring meminta hukuman seberat-beratnya. Dukung mendukung di facebook tak ketinggalan. Issu remeh temeh tidak mampu mengalihkan perhatian. Apakah janji kampanye harus boleh dibiarkan berlalu tanpa bukti?
Kasus syam disebut sebut, meski tak seberapa, kapasitas hakim dan jaksa yang ditunjuk menangani pidananya diragukan kapasitasnya. Sang hakim dan sang pak jaksa tertegun, pandangan pers sebagian tertuju kepadanya. Ini bukan main main, tekat mereka.
Akibatnya, sidang jadi berlarut larut, jaksa dan hakimnya serta kepolisian semua memilih wait and see. Syam makin stress saja melakoni hari harinya.
Ujungnya tuntutanpun tidak sesuai skenario. Sumpah serapah menjadi dzikirnya menjelang sidang vonis.
Dan hari itupun tiba. Hening, ruang sidang menyimak sang hakim membacakan vonis, jarum jam pun seakan enggan beranjak.
Jernih suara narator sidang menguak sepi “Pada hari ini (Kamis) 10 Desember 2009, sidang kasus korupsi yang mendudukkan Syam, seorang pejabat negara, pimpinan pembangunan project jembatan yang melambangkan kemakmuran negeri ini, mengagendakan pembacaan putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim secara bergantian dengan anggotanya”
Anggota II “Menimbang....”