Bulan November tahun ini akan mengenapkan masa kerja Laila menjadi lima tahun. Menjadi pramugari adalah jalan hidup dan takdirnya. Memenuhi keinginannya untuk melihat dunia. Keluar dari kepungan bukit yang mengapit kota sederhana tempat tinggal masa kecilnya.
Berdarah campuran arab dari kakeknya memunculkan kombinasi keelokan eksotis pada penampilannya. Bertinggi 175 cm berat seimbang 60 kg, membuatnya terlihat feminin, ditunjang wajah persegi empat tirus, tanpa ada kesan rapuh sedikitpun. Sungguh penampilan yang didambakan banyak perempuan. Ibunya memberinya nama Laila. Penampilan bersinar terang kebalikan gulita malam awal bulan saat dia terlahir.
Berkah Tuhan dan ambisinya telah membawanya, mengawaki penerbangan nomor dua terbesar didunia, dengan 3500 an penerbangan sehari dan 200 kota tujan di seluruh dunia.
****
Ini untuk kesekian kalinya dia menerbangi rute Singapore to Chicago. Chicago adalah kota pertama di Amerika yang dikunjunginya, dan menjadi kota yang paling sering dia singgahi sepanjang kariernya di penerbangan ini.
Dikota ini dia banyak menghabiskan waktu dengan karibnya Mc'cullough seorang gadis bersuara lembut berwatak halus dari Ontario.
Bermacam kota di dunia telah dijelajahinya, namun yang menjadi dambaannya adalah Chicago dengan the bean-nya, Michigan Lake yang biru berkilau, pandangan tak berbatas Sears tower, dengan O’hare dengan Exstended Stay Deluxenya. Hotel apartemen dengan kitchen set, bertarif medium yang menjadi langganan perusahaannya.
Berlantai empat, bernuansa coklat teduh, bersebelahan dengan taman kanak-kanak, yang hampir seluruh muridnya, anak anak imigran, india, china, meksiko. Jendela kamarnya lebar menguak kedepan, dengan Lake Utopa, creek seluas kurang lebih 6 hektar yang berpemandangan menakjubkan di musim semi.
Danau yang telah menjadi persinggahan angsa-angsa dari kanada. Yang sebagian diantaranya sepermainan dengan sekawanan burung yang telah menjatuhkan Airbus A320 US Airways ke Hudson River di New York bulan Januari 2009 yang lalu.
Ia tak menyangka sama sekali penerbangan kali ini akan terkenang sepanjang jalan hidupnya. Penerbangan United Airline dengan nomor penerbangan UA896. Pesawat Airbus A380 – 800 berkapasitas 383 penumpang, bermesin Rolls-Royce Trent 553.
****
Bertolak dari Changi International Airport jam 6:50 pagi hari, ia akan terbang selama 15 jam 40 menit, plus ritual transit di Hongkong selama 2 jam. O'Hare International Airport, tujuan akhir pesawat ini.
Peak season, 3 hari menjelang thanks giving seperti ini adalah lumrah.
Sepertinya orang Amerika sekalipun tak berbeda dengan PRT tetangga-tetangganya di kampung. Setahun sekali juga pingin mudik dari Jakarta dan berkumpul dengan keluarganya.
Sepantasnyalah ia merasa senang, dapat giliran melayani upper deck, kelas bisnis berseat 60 kapasitas, dengan hampir limapuluh persen terisi. Tidak seperti kelas ekonomi yang full seat. Meskipun biasanya penumpangnya lebih reseh, ia maklum saja bukankah toh mereka membayar hampir duakali lipat penumpang ekonomi.
****
Laila paham benar, ia dan kawan-kawannya adalah pembawa image terdepan penerbangan ini. Hampir semua pramugari di airlines ini tampil elegant dan cantik. Bahkan memoles penampilan dan cara bersikap adalah salah satu yang didapatnya di masa trainingnya dulu.
Seragamnya tidak terlalu ketat, meski tetap saja mengundang kerling iseng lelaki penumpangnya. Minimal membuat mereka menoleh tiap kali ia berlalu. Barangkali, pria, mereka memang diciptakan Tuhan dengan DNA code sebagai pemburu wanita. Tentu saja tidak semua, segelintir yang Laila yakini minoritas di dunia lelaki ini. Toh ada saja lelaki yang tatapannya melindungi dan menghargai, mengobati luka lukanya.
Sebagian besar lainnya kalah berjuang menundukkan hasratnya, sebagai mana binatang hutan yang tidak pernah memiliki etika, bergerak dipandu kebutuhan fisiologisnya. Berkedok apa saja tanpa pernah lagi mau mendegar bisikan nurani.Tapi anehnya mereka berpendapat lain soal adik dan saudari perempuan mereka.
Jenis jenis yang berselimut kemunafikan, membuat mereka memiliki standard ganda untuk itu.
Banyak pula dari jenis yang terang-terangan tanpa sekejapun berkedip dan mengalihkan pandangannya.
Dari jenis yang tipis rasa malunya.
Dari jenis kaum kasar yang suka mengabaikan etika, atau mungkin benar-benar akal sehatnya sudah tertutup selimut syahwatnya.
Dari jenis yang ia yakin jakunnya takkan sungkan bergetar bergerak naik turun menelan ludah membayangkan nikmat berpeluh menggumulinya.
Pengalamannya telah mengajarkan cara bersikap mengenali dan menghadapi bermacam attitude penumpang. Bagaimana bersikap menghindari salah tanggap, upaya pelecehan hingga rayuan halus lainnya.
Namun nasib berbicara lain, penerbangan ini menjadi penerbangan bersejarah baginya.
Di flight kali ini, kecantikannya telah memicu masalah. Meski, toh ia tak pernah menyesalinya, setitikpun.
Masih jelas diingatannya, penumpang itu. Duduk di deret 12F, aisle sebelah kiri. Seorang, yang kemudian dia tahu berwarga negara amerika. Seorang mulatto, berdarah campuran kulit putih dan indigenous indian asli amerika. Entah penerbangan yang terlalu lama atau memang tabiatnya. Laila menyadari sejak awal penumpang satu ini memang agak aneh. Caranya memandangnya seperti ingin menelannya bulat-bulat.
Typical pria pemburu wanita. Laila sadar dia harus melayani kelas business lebih baik daripada kelas ekonomi. Tapi itu tidak berarti mereka boleh kurang ajar.
Bukankah orang-orang dari negeri polisi dunia ini, selalu merasa lebih beradab dan beretika dibanding bangsanya.
Tatapan mata penumpang yang satu itu tajam menggaruk bagian belakang seragam hitamnya.
Dan yang harus terjadi, terjadilah. Saat pria itu memintanya mengambil plate menu siangnya. Laila mengulurkan tangannya dan sedikit merendahkan badannya, ketika tiba-tiba ia merasakan ada remasan lembut di payudara kanannya. Ia tak pasti apa itu, refleknya membuatnya tmelirik kebawah. Dania melihat lelaki itu cepat menarik tangan kirinya. Dan tiba-tiba saja Laila sudah berteriak ” what the hell you're doing?” dan somehow tangan kanannya telah menjatuhkan nampan menu sianng yang dipegangnya. Tak berhenti disitu, tangan kirinya melayang cepat tak terhindarkan menampar wajah pria itu. Untunglah penumpang dibelakang pria itu segera menegahi mereka.
”saya tidak mencari sensasi, memikirkannyapun tidak” argumennya pada Jade, chief stewardessnya.
Here i am rock you like hurricane.., dan ia telah bersiap atas konsekuensi apapun yang bakal diterimanya. Seandainya ini harus dilanjutkan di pengadilan ia tak akan menyerah.
Dan ternyata, lelaki itu agaknya juga tak mau memperpanjang urusan. Laila pun tak mau menuntutnya, toh ia sudah puas telah membela dirinya.
****
Namun agaknya ini tak berhenti sampai disini saja. Its not over yet. Seminggu kemudian ia mendapat penugasan baru sebagai ground staff di kantor Singapore.
Keadilan buatan manusia, sesuatu yang sulit dicernanya. Kalau membela harga diri dianggap suatu kesalahan, dimana lagi nurani harus berdiam.
Apakah ia harus pasrah dan berdiam diri? Tentu tidak. seluruh jenjang struktural sudah dipertanyakannya. Yang paling dia ingat adalah ucapan seseorang di posisi tertinggi tempat dia mempertanyakan grounded-nya.
"kita bisa mendiskusikan ini seharian, bahkan seminggu kalau perlu......dan anda akan tetap, sekali tetap,....be ground staff,...understood dear"
Tugasnya berubah 720 derajat, menangani bagasi penumpang, menangani kargo pesawat, melakukan loading dan unloading pesawat, membantu penumpang dalam proses check in, boarding, dan disembarking, menyapa penumpang sebelum memasuki pesawat, menangani penjualan tiket,
Tidak ada lagi perjalanan berjam jam mengunjungi negeri negeri jauh.
Dalam mimpi-mimpinya dia meminta kepada Tuhannya. Laila ingin terbang lagi ya Tuhan. Dan Tuhanpun berjanji akan mengabulkan doanya, just be patient... hanya itu yang Dia minta.
Sayup sayup dari televisi di ruang tamu suite room Park Royal Kitchener road yang ditinggalinya, terdengar Klaus Meine berdendang, mengalun membawa mimpi mimpinya... Did you ever think That we could be so close, like brothers The future's in the air I can feel it everywhere Blowing with the wind of change
Take me to the magic of the moment On a glory night Where the children of tomorrow dream away in the wind of change 28 November 2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H