Mohon tunggu...
Edy Utama
Edy Utama Mohon Tunggu... -

Hobby baca...baca apa saja..baca situasi...baca kompasiana juga, I love it..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penerbangan Terakhir

28 November 2009   19:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:09 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertolak dari Changi International Airport jam 6:50 pagi hari, ia akan terbang selama 15 jam 40 menit, plus ritual transit di Hongkong selama 2 jam. O'Hare International Airport, tujuan akhir pesawat ini.

Peak season, 3 hari menjelang thanks giving seperti ini adalah lumrah.

Sepertinya orang Amerika sekalipun tak berbeda dengan PRT tetangga-tetangganya di kampung. Setahun sekali juga pingin mudik dari Jakarta dan berkumpul dengan keluarganya.

Sepantasnyalah ia merasa senang, dapat giliran melayani upper deck, kelas bisnis berseat 60 kapasitas, dengan hampir limapuluh persen terisi. Tidak seperti kelas ekonomi yang full seat. Meskipun biasanya penumpangnya lebih reseh, ia maklum saja bukankah toh mereka membayar hampir duakali lipat penumpang ekonomi.

****

Laila paham benar, ia dan kawan-kawannya adalah pembawa image terdepan penerbangan ini. Hampir semua pramugari di airlines ini tampil elegant dan cantik. Bahkan memoles penampilan dan cara bersikap adalah salah satu yang didapatnya di masa trainingnya dulu.

Seragamnya tidak terlalu ketat, meski tetap saja mengundang kerling iseng lelaki penumpangnya. Minimal membuat mereka menoleh tiap kali ia berlalu. Barangkali, pria, mereka memang diciptakan Tuhan dengan DNA code sebagai pemburu wanita. Tentu saja tidak semua, segelintir yang Laila yakini minoritas di dunia lelaki ini. Toh ada saja lelaki yang tatapannya melindungi dan menghargai, mengobati luka lukanya.

Sebagian besar lainnya kalah berjuang menundukkan hasratnya, sebagai mana binatang hutan yang tidak pernah memiliki etika, bergerak dipandu kebutuhan fisiologisnya. Berkedok apa saja tanpa pernah lagi mau mendegar bisikan nurani.Tapi anehnya mereka berpendapat lain soal adik dan saudari perempuan mereka.

Jenis jenis yang berselimut kemunafikan, membuat mereka memiliki standard ganda untuk itu.

Banyak pula dari jenis yang terang-terangan tanpa sekejapun berkedip dan mengalihkan pandangannya.

Dari jenis yang tipis rasa malunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun