Dari jenis kaum kasar yang suka mengabaikan etika, atau mungkin benar-benar akal sehatnya sudah tertutup selimut syahwatnya.
Dari jenis yang ia yakin jakunnya takkan sungkan bergetar bergerak naik turun menelan ludah membayangkan nikmat berpeluh menggumulinya.
Pengalamannya telah mengajarkan cara bersikap mengenali dan menghadapi bermacam attitude penumpang. Bagaimana bersikap menghindari salah tanggap, upaya pelecehan hingga rayuan halus lainnya.
Namun nasib berbicara lain, penerbangan ini menjadi penerbangan bersejarah baginya.
Di flight kali ini, kecantikannya telah memicu masalah. Meski, toh ia tak pernah menyesalinya, setitikpun.
Masih jelas diingatannya, penumpang itu. Duduk di deret 12F, aisle sebelah kiri. Seorang, yang kemudian dia tahu berwarga negara amerika. Seorang mulatto, berdarah campuran kulit putih dan indigenous indian asli amerika. Entah penerbangan yang terlalu lama atau memang tabiatnya. Laila menyadari sejak awal penumpang satu ini memang agak aneh. Caranya memandangnya seperti ingin menelannya bulat-bulat.
Typical pria pemburu wanita. Laila sadar dia harus melayani kelas business lebih baik daripada kelas ekonomi. Tapi itu tidak berarti mereka boleh kurang ajar.
Bukankah orang-orang dari negeri polisi dunia ini, selalu merasa lebih beradab dan beretika dibanding bangsanya.
Tatapan mata penumpang yang satu itu tajam menggaruk bagian belakang seragam hitamnya.
Dan yang harus terjadi, terjadilah. Saat pria itu memintanya mengambil plate menu siangnya. Laila mengulurkan tangannya dan sedikit merendahkan badannya, ketika tiba-tiba ia merasakan ada remasan lembut di payudara kanannya. Ia tak pasti apa itu, refleknya membuatnya tmelirik kebawah. Dania melihat lelaki itu cepat menarik tangan kirinya. Dan tiba-tiba saja Laila sudah berteriak ” what the hell you're doing?” dan somehow tangan kanannya telah menjatuhkan nampan menu sianng yang dipegangnya. Tak berhenti disitu, tangan kirinya melayang cepat tak terhindarkan menampar wajah pria itu. Untunglah penumpang dibelakang pria itu segera menegahi mereka.
”saya tidak mencari sensasi, memikirkannyapun tidak” argumennya pada Jade, chief stewardessnya.