“yang kamu alami ini apakah bukan sugesti saja, artinya terbawa oleh masalah lain. Apakah transfer jatah bulananmu telat?”
“nggak tuh, transfer lancar aja. Saya merasa tertekan, jiwaku tidak disini, saya merasa melakukan hal yang sia-sia, hidupku kok terasa hampa”
“jangan-jangan dulu waktu kecil kamu pernah jatuh, terus kepalamu terbentur, atau waktu kecil pernah step?”
“sembarangan”
Kali ini sang calon psikolog mulai terlihat serius. Setelah itu bagai air bah kali garang di musim penghujan, Tom mencurahkan permasalahannya dari awal hingga akhir, betapa ia telah mengingkari cita-cita dan keinginannya demi membahagiakan orang tua.
“Tom, kamu harus kuat. Jangan cengeng maksud orang tamu itu baik, carilah alasan terbaikmu, perbaiki tekadmu, good man in the right palace, kamu pasti akan jadi seperti yang dicita-citakan orang tuamu”
“hidup toh tidak selalu sempurna” pungkasnya bijaksana.
****
Satu bulan Tom bolos kuliah, pulang kekampung menenangkan diri, mengikuti rekomendasi calon psikolog hebat kawannya, bersibuk ria dengan suasana pegunungan, melamun di tepi kali serayu, memandangi kabut pagi hari gunung sindoro, berjalan-jalan mengitari pematang sawah yang kelilingi kampungku. “libur tengah semester” kilahnya saat ditanya orang tuanya.
Sekembalinya, tak dilihatnya teman psikolog intelek di rumah kost. Kamarnya selalu tertutup. Saat ia tanyakan kepada pak Sastro tua penjaga rumah, dengan serius dia menjelaskan, “dia dijemput orang tuanya mas, dua hari yang lalu”
“Lho kok bisa?'