Umat Islam di Tanah Air diharapkan ikhlas mendoakan bagi keselamatan Habib Rizieq. Bukan lantaran ia menyandang sebagai imam besar Front Pembela Islam (FPI) yang sudah tiga tahun bermukim di Tanah Suci Arab Saudi, tetapi semata-mata ia adalah manusia sebagaimana kita yang patut dapat perlindungan melalui kekuatan doa.
Setiap saat, terlebih pada saat shalat berjamaah seperti di masjid menunaikan ibadah Jumat, kita pun sering berdoa bagi sesama untuk keselamatan, yang bunyinya wal muslimin wal mu' minat. Tidak pernah terdengar doa yang diucapkan berbunyi untuk wal front bertempur atau wal sara.
Karenannya, pada saat Jumatan, doa yang dipanjatkan tercakup keselamatan dunia dan akhirat. Umat Islam yang berpegang pada rahmatan lil alamin sangat menekankan kedamaian bagi sesama. Kedamaian secara fisik dan damai di hati. Bukan mengipasi bara api.
Lantas, kok, mengapa tetiba muncul imbauan secara khusus agar Habib Rizieq selamat di negeri nan kaya minyak itu.
Apakah Rizieq kini posisinya "di ujung tanduk", sehingga ia secara khusus membutuhkan doa dari umat Islam. Mengapa ia tidak dimintakan doa umat Islam di Saudi Arabia. Setidaknya dari kalangan para mukiman?
Dari pertanyaan itu mencuat spekulai berbagai pendapat. Keselamatan Habib Rizieq yang menyandang predikat ulama dari Tanah Air tengah terancam.
Ada asap dapat dipastikan punya sumbernya, yaitu api. Dengan logika itu, bisa jadi ini erat kaitannya sikap Arab Saudi yang menangkap seorang ulama setempat.
Beritanya mengejutkan, ujug-ujug muncul pemberitaan Saudi menangkap salah satu pembaca Al-Quran (Qari) dan ulama terkenal di kalangan muslim, Sheikh Abdullah Basfar.
Penangkapan itu tak terkait dengan kriminalisasi ulama seperti yang ramai di tanah air. Dikit-dikit ada ulama melakukan penghinaan kepada seseorang, disebutnya, kriminalisasi. Dikit-dikit, menyuarakan kriminalisasi ulama. Pengamat dan pengaanalisa berita mendapati dikit-dikit kriminalisasi ulama membuat perutnya mual.
Yang jelas, merasa takut akan keselamatan sang imam. Lalu muncul pernyataan dari pengikut fanatik Habib Rizieq Shihab agar seluruh masyarakat untuk mendoakan keselamatan Habib Rizieq. Enggak nyamankan di sana?
Melalui Slamet Maarif, juru bicara FPI, disebut, diharapkan hubungan Habib Rizieq dengan kerajaan Arab Saudi baik-baik saja.
**
Menilik ucapan sang juru bicara itu, Â hubungan Habib Rizieq dengan kerajaan Arab Saudi hingga kini sesungguhnya sulit dapat terbaca. Baik dan buruknya sulit ditebak. Mengapa?
Dalam hubungan internasional, gambaran hubungan bilateral biasa ditandai baik dan kuat apabila hubungan diplomatik baik pula. Antarkepala negara, -- dengan didukung kementerian luar negeri masing-masing, -- melakukan kontak jika terjadi sesuatu yang dapat menghambat kelancaran perdagangan internasional atau budaya.
Sebut saja, misalnya, kala terjadi ancaman hukuman mati terhadap seorang tenaga kerja, biasanya antarkepala negara melakukan komunikasi tanpa melakukan intervensi terhadap kedaulatan (hukum) negara masing-masing.
Lantas, bagaimana bisa disebut hubungan Habib Rizieq dapat dikatakan baik dengan pemerintahan setempat. Sulit. Habib Rizieq tak dalam posisi mewakili negara. Lagi pula jika ia mewakili dirinya sendiri sebagai ulama, sayogianya Habib mampu berkomunikasi dengan otoritas Arab Saudi. Lantas, ia dapat membahas tentang status dirinya. Mencari alasan mengapa ia tak bisa kembali ke Tanah Air.
Benarkah ia dicekal atas permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti yang sering digaungkan hingga kini?
Pencekalan diri Habib Rizieq hingga kini makin kuat digaungkan. Lihat balihonya yang bertebaran di simpang jalan dan belakangan ini mulai ditertibkan pihak berwajib. Boleh jadi, pesan pepesan kosong yang disampaikan berulang-ulang itu dimaksudkan untuk memberi gambaran apa yang disampaikan selama ini benar adanya.
Kita pun jadi ingat, kebohongan yang disampaikan berulang-ulang (melalui media massa) akan membuat sebagian publik menerima sebagai kebenaran.
Padahal, pubik pun tahu, sejak lama pula, Habib Rizieq bertolak ke Arab Saudi untuk umrah dengan meninggalkan kasus yang belum dapat dijalani sebagaimana mastinya. Andai ia kembali, dapat dipastikan, ya tentu pemerintah pun gembira. Apa lagi masih ada orang spesial yang menanti.
Posisi Habib Rizieq yang tengah berada di Mekkah saat ini memang akan menyedot perhatian publik. Sikap kerasnya tak mau berkomunikasi dengan jajaran Kedutaan Besar RI di negeri itu mempersulit posisi dirinya sendiri. Namun justru situasi itu dibalik seolah pemerintahlah yang mempersulit, seolah takut jika kembali ke Tanah Air .
Ada upaya membangun opini bahwa Habib Rizieq kini seolah tengah berada di pengasingan. Ia diasingkan oleh pemerintah. Selanjutnya, seperti diskenariokan, kala ia kembali nanti akan mendapat sambutan hangat dari pendukungnya. Lalu, Habib Rizieq didorong menjadi simbol kekuatan baru. Ya, seperti Ayatullah Khomaeni yang kemudian berkuasa melalui sebuah revolusi.
Jika diingat revolusi Iran, Khomeini berjuang dengan menggandeng rekannya, Ayatullah Taleqani, seorang ulama sayap kiri yang memiliki jaringan luas ke kelompok-kelompok gerilyawan komunis bawah tanah.
Bisa jadi, dukungan itu kini disiapkan oleh barisan sakit hati pemerintah Jokowi.
Tirto menyebut, puncaknya, pada 1977, tatkala boom minyak mencapai impasnya, inflasi melonjak drastis, pabrik-pabrik gulung tikar, dan angka pengangguran naik, seluruh agitasi Khomeini yang tersebar melalui koran bawah tanah dan kaset mulai diterima sebagai kebenaran oleh massa-rakyat.
Jadi, munculnya spanduk dan baliho Habib Rizieq dapat pula dipersepsikan mengarah kepada gerakan ketidakpuasan kepada pemerintah. Tak peduli, rakyat di negeri ini tengah berjuang memotong mata rantai pandemi Covid-19 saat ini. Namun justru momen itulah mungkin yang dianggap tepat.
Salam berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H