Tengah asyik-asyiknya menikmati lagu ajakan untuk tidak mudik yang dibawakan Didi Kempot, sungguh hati menjadi sedih mendengar pelantun lagunya meninggal.
Lagu yang dibawakan tersebut memang sengaja diciptakan untuk mengajak warga Indonesia tidak mudik di tengah pendemi Covid-19. Lagu tersebut sangat cocok dengan memontumnya di tengah Ramadan dan makin dekatnya Lebaran 2020.
Mengingat lagi warga pemudik di tanah air kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Â Didi seolah ingin meyakinkan bahwa tak selamanya mudik memberi manfaat di tengah wahab virus Corona dewasa ini. Silaturahim dan rasa rindu kepada rekan dan famili di kampung halaman untuk sementara harus dipendamnya.
Jadi, tak selamanya kalimat enggak ada mudik berarti tidak lebaran.
Sungguh lemas sekujur tubuh mendapati beritanya bahwa penyanyi dan penulis lagu campursari dari Surakarta meninggalkan kita semua. Didi yang memiliki nama lengkap Dionisius Prasetyo. Ia lahir di Surakarta, 31 Desember 1966.
Berita dari Komas.com, disebut Didi meninggal pada 5 Mei 2020 (usia 53 tahun).
Penulis, meski tak paham lagu berbahasa Jawa, namun lagu yang dibawakan Didi Kempot enak didengar. Belum lagi irama musiknya mendukung hingga kita ikut menggoyangkan kaki tanpa sengaja.
Dari berbagai laman disebut Didi merupakan putra dari seniman tradisional terkenal, Ranto Edi Gudel yang lebih dikenal dengan Mbah Ranto. Jika kita menyebut Didi, maka ingatan kita pun tertuju kepada kakaknya Mamiek Prakoso, pelawak senior dan sering tampil bersama kelompok Srimulat.Â
Mamiek mampu membuat perut penonton mulas karena lawaakannya. Nah, jika kita bicara Srimulat, ya ingatan pun melebar kepada seniman lainnya seperti Tarsan dan kawan-kawan.
Didi Kempot dalam perjalanan karirnya lebih dikenal sebagai penyanyi campursari. Popularitasnya diraih dengan perjuangan berat. Ia berawal dari musisi jalanan di kota Surakarta pada 1984 hingga 1986. Lantas, ia mengadu nasib ke Jakarta pada tahun 1987 hingga 1989.Â
Bagi yang tidak mengerti Bahasa Jawa, menikmati musik yang dibawakan Didi Kempot tetap terasa nikmat. Apa pasalnya, karena Didi sangat memahami bahwa musik adalah bahasa universal hingga ke berbagai lapisan masyarakat tanpa memandang etnis dapat menikmatinya.
Tema patah hati dalam lagu-lagunya justru mendongkrak popularitasnya. Terlebih lagi etnis Jawa itu tak hanya di Pulau Jawa, tetapi seantaro nusantara dan di berbagai negara.
Sungguh tepat jika berbagai laman menyebut bahwa Didi Kempot lagu-lagunya banyak diminati oleh kalangan muda dari berbagai daerah. Mereka menuyebut sebagai Sadboys dan Sadgirls yang tergabung dalam "Sobat Ambyar" dan mendaulat Didi Kempot sebagai "Godfather of Broken Heart" dengan panggilan Lord Didi.
Wah, keren banget tuh julukannya. Disebut-sebut bahwa julukan itu berawal dari lagu-lagunya yang hampir semuanya menceritakan tentang kesedihan dan kisah patah hati.
Meski sukses di bidang musik yang digelutinya, Didi Kempot tampil sederhana. Jauh dari sikap sombong. Karenanya, ia disukai berbagai kalangan
Ia pun memperlakukan para penggemarnya sebagai sahabat. Â Kala tampil di atas panggung, Didi tak ragu mengajak teman atau penggemar naik untuk bernyanyi bersama. Dalam berbagai kesempatan ia selalu menyampaikan motivasi kepada rekan-rekannya untuk tetap bersemangat berkarya.
Kini bapak Patah Hati Nasional telah membuat kita, semua, benar-benar patah hati. Sebab, Didi Kempot telah meninggalkan kita.
Selamat jalan sahabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H