Wah, jadi tambah seru deh. Rupanya tak ada koordinasi antara pengurus RT dan RW tentang rencana pembagian sembako bagi warga tak mampu.
Pengurus RT memang sudah mendapat informasi prihal rencana pembagian sembako. Tapi, tentang waktu dan lokasinya belum ditetapkan. Sedangkan pihak RW menyerahkan penyaluran itu kepada RT. Wuih, jadi kacau.
Pihak RT sendiri yang sudah menerima daftar nama penerima sembako, sayogianya lembaran warga berhak menerima sembako itu ditempel di Pos Hansip. Sementara di tengah keramaian ketua RT tak di tempat.
"Lagi main gaplek kalee. Atau lagi mancing," teriak seorang warga dari kejauhan.
Pak RT ini memang punya kebiasaan atau hobi berbeda dengan warganya. Kalau lagi kesepian, ya ngajak rekan-rekannya main gaplek. Kalau tak ada teman, ya pergi ke tempat pemancingan.
Lebih banyak urusi hobi ketimbang kepentingan warga. Gitu kata warganya. Tapi, biarlah urusan dia. Sayangnya, di tengah suasana genting dan menjurus kepada keributan antarwarga penerima sembako itu, sang ketua yang tengah dibutuhkan kehadirannya, malah tak nampak batang hidungnya.
Pak RW pun tak nongol. Wuih, terasa deh riuhnya.
Lantaran tak ada pengurus RT dan RW dalam pelaksaan pembagian sembako itu, ya terpaksa Pak Utaz ambil alih persoalannya. Namun sebelum ia bertindak, kepada seluruh warga yang berhak menerima bantuan tersebut, sang ustaz bicara dengan suara agak keras.
Katanya, ia mengambil alih persoalan itu lantaran tak ada pihak yang bertanggung jawab. Siapa yang meletakkan seluruh sembako di halaman masjid pun, sang ustaz tak tahu menahu.
"Tahu-tahu sudah ngejonggrok di situ. Â Enggak izin pula," ujar seorang sambil melengos.
Sungguh, setelah diperiksa secara seksama, selain memang bantuan tak tepat sasaran juga data yang diterima tak sesuai dengan fakta di lapangan. Bagamana mungkin orang yang sudah lama pindah dari RT setempat kemudian masih didaftarkan sebagai penerima bantuan.