Ngamuk. Marah dan merasa tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Mata mengherdik. Saling menyalahkan dan memaki.
Itulah warna dari pembagian sembako di kawasan pinggiran Kecamatan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Tak perlu disebut di RT dan RW berapa. Yang jelas bantuan ditujukan kepada kalangan orang miskin atau tidak mampu, eh tahu-tahu ada orang kaya, punya mobil pula menerima bantuan.
Lantas, muncul kesan, si penerima itu lantaran punya kedekatan dengan pengurus RW. Di sisi lain, ada warga memaki pengurus RT dan RW lantaran ia tidak menerima bantuan sembako.
"Pak haji itu menerima bantuan sembako. Padahal ia orang kaya?" sebut seseorang di tengah kerumunan.
Sungguh terlalu, orang kaya masih mau menerima bantuan sembako. Bukan malah dikembalikan, malahan diterimanya sebagai suatu kehormatan. Dikiranya ia warga istimewa. Hahahaha....
Menariknya, ada di antara orang yang marah-marah di keramaian saat pembagian sembako itu berceloteh tak sebagaimana mestinya.
Ujungnya, ia menyebut, tak penting menerima bantuan. Hanya saja, ia mempertanyakan mengapa tetangganya yang kaya menerima bantuan sementara dirinya tidak.
"Tidak menerima bantuan juga tidak mengapa?" ujarnya.
"Saya masih mampu membeliya tiga kali lipat!" ia menambahkan.
Wuih, ternyata orang itu masih mampu membeli sembaki berkali lipat dari warga yang menerima bantuan tetapi masih mengamuk, marah dan memaki tidak menerima bantuan. Ada apa?
Di tengah keramaian warga penerima bantuan, sembako diturunkan dari mobil langsung ke halaman masjid. PaK Ustaz, sebagai pengurus masjid, jadi "kelabakan". Pasalnya, ia tidak tahu menahu urusannya soal pembagian sembako itu.