Sang ustaz yang tak mau disebut jatidirinya pada peristiwa itu, kepada penulis mengaku, bahwa ucapan dengan suara keras tersebut diarahkan kepada dirinya.
Embah Kuncung sepertinya ingin suasana orang tengah berduka berubah menjadi gaduh. Pasalnya, kok mengajukan pertanyaan pada forum yang sangat tidak tepat. Lagi pula pertanyaannya aneh, bukankah urusan orang mati kemudian ditanyai malaikat di alam kubur, menurut keyakinan dan ajaran Islam, ya sudah tentu.
“Ya, sudahlah,” ungkap sang ustaz sambil melempar senyum.
**
Embah Kuncung nampak kecewa berat. Ia nampak marah dan suaranya pun meninggi lantaran pertanyaannya dalam mejelis pengajian tidak segera dijawab sang ustaz. Malah, beberapa pertanyaan anak muda lebih dulu dijawab.
Seolah dirinya disepelakan. Lantas si embah itu mengacungkan tangan. Songkok hitam yang dikenakan miring, nyaris jatuh. Telunjuk jari kanannya diangkat tinggi seperti seorang mahasiswa tengah kuliah berebut mengajukan pertanyaan kepada dosennya.
Ternyata bukan itu. Justru ia mengangkat tangan sebagai isyarat interupsi. Embah Kuncung tengah meniru gaya anggota dewan bertanya kepada pimpinan dewan yang mimpin rapat.
“Interupsi, pak ustaz!” katanya dengan nada tinggi.
“Tolong pertanyaan saya, yang diajukan lebih awal dijawab. Harusnya dijelaskan lebih dahulu. Ini suasananya tidak beraturan,” ujar Embah Kuncung sambil mengelus jenggot putih kesayangannya.
“Sabar, embah!” seru sang ustaz sambil melempar senyum.
“Ada alasannya mengapa jawabannya disampaikan pada bagian akhir. Nanti, pasti diberikan alasannya juga,” sambung pak ustaz dengan suara datar.