Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Balada Tukang Sampah dan Pemulung di Tengah Wabah Covid-19

9 April 2020   17:10 Diperbarui: 11 April 2020   04:56 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mang Udin meninggalkan kediaman penulis setelah menerima bantuan. Foto | Dokpri

**

"Terima kasih ibu. Bantuannya bermanfaat sekali," ucap ce' Entin, berkali-kali dengan raut wajah sedih.

Sambil duduk di ruang tamu, lalu ia bercerita bahwa simpanan beras di kediamannya hanya cukup hari itu. Andai saja hari ini tak dapat bantuan sembilan bahan pokok alias sembako, salah satunya beras 5 kg, bisa jadi selama sepekan ia bersama anggota keluarga tak makan.

"Loh, kenapa ce' Entin?" tanya isteri penulis.

Betul-betul sekarang sedang sulit cari uang. Jualan sayuran tak laku, tidak seperti sebelum Corona banyak dibicarakan orang.  Sekarang, modal jualan saja makin tipis. Kalau esok masih berjualan, ya tak makan. Sebab, uangnya untuk beli beras dan lauknya.

"Mau apa lagi. Keadaannya memang sulit," katanya sambil berharap hari-hari berikutnya masih ada orang punya perhatian pada dirinya.

Soal dagangan tak laku, juga disampaikan Mang Udin. Pria asal Cianjur ini saat dagangan tak laku mengandalkan kemampuan fisiknya menjadi tukang urut. Tapi untuk sekarang ini, dagangan tak kunjung laku ditambah lagi panggilan untuk urut layanan dari rumah ke rumah tak ada lagi.

Semua sepi. Ya, mau apa lagi dan terpaksa harus berdiam diri di rumah sesuai anjuran pemerintah. Mau pulang kampung juga menganggur di sana. Di kampung tak ada kerjaan lagi.

"Bantuan dari ibu ini sangat membantu," katanya sambil berharap dapat diberi kerjaan agar ke depan dapurnya dapat terjamin 'ngebul'.

Cerita yang sama juga penulis dapati dari orang tua dan sakit-sakitan. Tak perlu disebut namanya. Ia mendiami rumah di gang sempit tak jauh dari terminal Kampung Rambutan.

Di situ ia bermukim bersama beberapa anaknya. Isterinya wafat setahun silam dan kini hidup bergantung belas kasihan dari seorang anaknya yang bekerja di luar kota. Ia bersyukur anaknya masih mengirim uang di tengah banyaknya orang terkena pemutusan hubungan kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun