Dalam budaya Cina, ular adalah salah satu dari 12 hewan suci yang menjadi nama shio dan dimasukkan dalam kalender Cina. Dan, ular juga dijumpai dalam lambang kedokteran, yang mewakili makna farmasi dan obat secara umum.
Jadi, ular sudah lama dimanfaatkan manusia. Kini dimanfaatkan sebagai serum, sedangkan empedu, darah dan daging beberapa jenis ular, seperti kobra (naja spp) sudah sejak lama dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit oleh masyarakat di Asia Timur, terutama Cina.
Di India, ular dijumpai sebagai pertunjukan tarian dengan menggunakan tarian King Kobra (Ophiophagus hannah) yang sangat berbisa. Kulit beberapa jenis ular seperti sanca (phyton reticalatus), ular anacona (Eunectes murnus)Â dan jenis lainnya banyak digunakan sebagai bahan tas, sepatu dan aksesori lainnya.
Citra yang kurang baik terhadap ular akibat dari dongeng, mitos dan semacamnya ditambah dengan rusaknya habitat ular dan nilai ekonominya yang cukup tinggi, menyebabkan penurunan drastis pupulasi ular di alam.
Dengan paparan di atas, boleh jadi manusia menyukai atau membenci ular. Tetapi, apa pun pilihannya, manusia sudah seharusnya menghargai keberadaan ular. Ular memilih untuk tidak mengabdi kepada manusia. Ular hanya ingin dibiarkan begitu saja dan diperbolehkan apa yang diperlukan dalam usahanya mengabdi kepada Allah.
Memang, hewan janganlah diukur dengan ukuran manusia. Mereka bukan saudara kita, bukan pula bawahan kita. Mereka adalah bangsa tersendiri, yang terperangkap dalam kebersamaan dengan kita dalam jaringan kehidupan dan waktu. Mereka adalah teman sependeritaan manusia di dunia yang gemerlapan dan rapuh. (Henry Beston, seorang naturalis).
Sumber bacaan satu dan dua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H