Kita tahu bahwa penghulu di sejumlah KUA memegang peranan penting dalam pencatatan perkawinan di daerahnya masing-masing. Sebab, hingga kini masih ada pasangan yang menikah namun tak mau dicatat.
Misalnya, kawin siri. Jika tak tercatat, ke depan, akan membawa implikasi hukum bagi anak-anak mereka dan bahkan persoalan lainnya.
KUA sudah harus mensosialisasikan nikah secara benar kepada masyarakat. Nikah siri dan segala dampaknya yang ditimbulkan harus dapat dicegah. Dengan sosialisasi pernikahan yang benar, maka ke depan, nikah siri akan dapat dihindari.
**
Muncuatnya kewajiban memperoleh sertifikasi perkawanin sayogyianya tak perlu dipertentangan. Sejauh mempunyai kebaikan bagi calon pasangan yang hendak menikah, maka hal itu perlu diapresiasi. Terlebih jika melihat kasus perceraian yang ditangani BP4.
Baru-baru ini Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan bahwa pasangan yang hendak menikah, akan diberikan pembekalan. Siapa pun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam "upgrading" tentang menjadi pasangan dalam berkeluarga.
Pembekalan berupa "upgrading" tersebut sesungguhnya pernah dilaksanakan oleh BP4 melalui program kursus calon pengantin atau Siscatin.
Rupanya Muhadjir menyadari bahwa pembekalan pranikah ini sangat bermanfaat. Terlebih lagi kini pada kelas bimbingan, masyarakat yang berencana menikah dibekali pengetahuan seputar kesehatan reproduksi, penyakit-penyakit yang mungkin terjadi pada permasalahan suami-istri hingga masalah stunting pada anak.
Nah, jika memang program tersebut direalisasikan pada tahun mendatang, bolehlah BP4 berbangga bahwa perannya kini kembali dipulihkan. Tangis dan air mata atas peristiwa perceraian memang harus dihentikan. Ke depan harus hadir SDM berkualitas dari pasangan harmonis. Ingat, perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah cerai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H