Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kali Ini Kalkulasi Politik Prabowo Tepat

18 Oktober 2019   07:41 Diperbarui: 18 Oktober 2019   14:24 3433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kiri) berbincang dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) saat pertemuan di FX Senayan, Jakarta, Sabtu, 13 Juli 2019. ANTARA

Jika ingin selamat, jangan dengarkan angin ribut di luar kapal yang tengah berlayar mengarungi ombak. Perhatikan fenomenanya dengan berpegang pada prinsip, kapal harus berlayar menuju satu titik dengan selamat.  Dalam posisi kritis, nahoda harus punya pikiran kritis dan waras.

Disebut posisi kritis lantaran kapal tengah berlayar dan mendekati satu kota tujuan dengan segala rintangan membentang di depan. Namun di sisi lain sang nahoda pun harus berfikir kritis dan mempertahankan akal sehat. Tak boleh terganggu dengan pendapat yang memancing emosi.

Berfikir kritis dalam suasana kritis memang berbeda hal. Namun pesan yang harus ditangkap, kapal "partai" yang tengah menuju garis finish dalam pelayaran itu harus meraih dua kali tiga keuntungan.

Sekali berlayar, dua tiga kali pulau terlampaui. Orang bijak menyebut sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sama halnya sekali tepuk dua lalat artinya satu kali melakukan pekerjaan, mendapatkan beberapa hasil (atau keuntungan) sekaligus.

Ini adalah sebuah gambaran sikap yang tengah dihadapi Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Sumber daya manusia dari kader politiknya sudah dikerahkan dan bekerja "all out" untuk memenangkan kontestasi Pilpres.

Sayang, hasilnya berkata lain. Kaslah. Meski begitu, partai berlambang kepala Garuda itu berhasil menempatkan kader terbaiknya di parlemen dalam jumlah menggembirakan.

Kali ini perhitungan atau kalkulasi Prabowo tepat meski menuai pandangan miring jika dikaitkan dengan pernyataannya selama kampanye berlangsung.

Ya, sesuai dengan momentumnya saat itu, kampanye dimaksudkan membangun citra dan menarik simpati guna mendulang suara sebanyak mungkin. Jika saja pernyataan Prabowo diputar ulang melalui kaset, misalnya, akan dijumpai kesan bahwa pernyataan terasa "ngenyek", merendahkan lawan politiknya, Joko Widodo.

Kala kampanye berlangsung, Prabowo memang berbeda tampilannya. Garang. Gebrak meja dan menyebut pertumbuhan ekonomi dan keamanan negara tidak menggembirakan. Bagaimana mungkin pikiran seperti itu - yang masih melakat di benak publik -- kemudian saat pembentukan kabinet kerja II dapat berbalik arah.

Lalu, kita pun semakin yakin, bahwa benar politik itu dinamis. Lihat, Prabowo realistis. Kini ia tengah merapat ke barisan Jokowi. Partai koalisi Joko Widodo terusik. Jatah kursi di kabinet berkurang. 

Ini memang di luar nalar, bagaimana mungkin kubu lawan yang dihadapi dengan taruhan darah, keringat, dan waktu melelahkan tiba-tiba diizinkan masuk merapat.

Beruntung respon yang disampaikan berupa sinyal positif. Prabowo pun meninggalkan rekan koalisinya, Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) -- yang konsisten sebagai partai opisisi pada pemerintahan mendatang.

**

Ya, realistik karena Prabowo diam-diam belajar dari kasus partai lain. Paling dekat  tergambar dari pelajaran yang dipetik Partai Demokrat. Pasca Susilo Bambang Yudhoyono lengser dari presiden, perolehan suara partai itu terus melorot. 

Itu terjadi karena kadernya selain tergelincir akibat kasus korupsi, juga kemampuan SBY, sebutan Susilo Bambang Yudhoyono, dalam mengelola partai terlalu berat menggantungkan pada sosok dirinya.

Prabowo pun menyadari bahwa dirinya semakin tua. Itu alamiah. Karena itu, ia dalam mengelola politik tentu juga akan mengendur. Orang sakit masih ada obatnya, tapi tidak dengan usia yang tua. Boleh jadi untuk 2024, Prabowo telah menyadari tak akan layak jual pada Pilpres 2024.

Nah, agar partai berlambang burung garuda itu tak menghadapi nasib seperti yang dialami Partai Demokrat, tentu dengan kalkulasi politik yang tepat, Prabowo memutuskan untuk bergabung dalam kabinet Jokowi.

Ketimbang menjadi oposisi, dan selalu menyuarakan menentang program pemerintah dengan dukungan kader berkualitas rendah pengalaman, akan lebih elok bagi Prabowo bergabung dengan Jokowi meski partai koalisi pendukungnya membawa angin "panas dingin".

Bagi Gerindra, ke depan yang dibutuhkan adalah regenerasi. Menciptakan kader berkualitas dan berpengalaman sangat penting. Karena itu sungguh tepat Prabowo mendorong kadernya duduk sebagai menteri di kabinet kerja nanti.

Sebagian pengamat masih ada yang berharap Gerindra dapat mengambil sikap sebagai partai oposisi. Tapi tidak ada yang menyebut bahwa Gerindra bergabung dengan Jokowi disebut sebagai langkah haram.  Tidak ada larangan untuk bergabung. Bukankah kita lihat sosok Jokowi dan Prabowo melempar tawa ketika mereka berjumpa di Istana, Jakarta.

Gerindra mengerti jika bergabung dengan koalisi Jokowi, memuncurlkan penolakan. Meski hal itu belakangan suaranya sudah mereda, senyatanya aroma penolakan dari para pendukung Jokowi masih tercium.

Namun Prabowo tetap pada pendiriannya. Kala berpidato di hadapan ribuan kadernya, ia akan  mendorong penguatan ekonomi Indonesia terkait ketahanan pangan, energi, dan pertahanan-keamanan dalam kabinet mendatang.

Karena itulah ia melakukan safari politik. Melakukan lobi kesana dan kemari. Melihat perjuangan Prabowo, sungguh tepat jika kita menyimak pernyataan tokoh pers dan mantan Menteri Luar Negeri Adam Malik yang menyebut, "semua bisa diatur."

Pernyataan Wakil Presiden Indonesia ke-3 itu masih tetap aktual sampai kini. Apa lagi jika dikaitkan dengan situasi dan perjuangan yang tengah dihadapi Prabowo. Tentang hasilnya, kita lihat nanti. Yang jelas, kalkulasi politik Prabowo kali ini bolehlah disebut tepat.

Memajukan negara dan bangsa tidak harus melulu sebagai oposisi. Duduk di kabinet pun lebih leluasa karena kekuasaan di tangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun